Erdogan: Nasib 1,7 Miliar Umat Islam Tidak Boleh Lagi Berada di Tangan 5 Negara DK PBB


KUALA LUMPUR SUMMIT

“The world is bigger than five!”, ungkapan tersebut merupakan moto yang diusung oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan sejak berkali-kali berbicara di depan Sidang Umum PBB untuk mengkritisi Hak Veto yang dimiliki oleh 5 anggota permanen Dewan Keamanan PBB, yaitu AS, Rusia, Perancis, Inggris dan Tiongkok.

Hari ini (19/12/2019), dalam pidatonya di Kuala Lumpur Summit, Erdogan kembali menegaskan bahwa nasib 1,7 miliar jiwa umat Islam tidak boleh lagi berada di tangan 5 negara itu. Sudah saatnya umat Islam bersatu dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing negara muslim.

Bahkan Erdogan mengatakan, “Unfortunately, we [Muslim countries] are wasting our energy on internal disputes at a time when artificial intelligence, quantum computers, robotic technologies are discussed”.

Kuala Lumpur Summit yang diinisiasi oleh Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohamad (Dr. M) patut ditanggapi positif, karena orang yang telah berhasil menjadikan Malaysia salah satu negara terhormat di dunia turun gunung untuk mencoba mencari solusi bagi 1,7 miliar jiwa muslim dengan GDP mencapai US$27.949 miliar, yang sedang memiliki banyak masalah.

Kuala Lumpur Summit dihadiri oleh 4 kepala negara, delegasi dari 18 negara Islam, serta 450 peserta lainnya yang terdiri dari pemikir dan ilmuwan muslim. Sayangnya kepala negara dari negara muslim pemilik GDP terbesar tidak hadir, dan kepala negara dari satu-satunya negara muslim pemilik nuklir (Pakistan) juga tidak hadir.

Dr. M sangat bijak ketika memutuskan untuk mengajak beberapa negara saja dalam KTT ini, negara yang dianggap memilik taring, meskipun ada yang tidak memenuhinya. Karena KTT ini adalah langkah awal, kalau segelintir negara saja sulit diajak bersatu, bagaimana mau diajak semua yang mencapai 57 negara!

Dalam pidatonya, Dr. M menekankan bahwa KTT ini bukanlah tandingan IOC atau OKI, namun bagian dari upaya yang akan mendukung kinerja OKI. Namun, Presiden Erdogan secara eksplisit mengajak semua pihak untuk meninjau kembali AD ART OKI. Sekalipun KTT KL tidak dimaksudkan sebagai alternatif untuk OKI, sudah saatnya untuk menganggapnya sebagai wacana alternatif.

OKI berpusat di Riyadh, didirikan setelah insiden kebakaran di Masjid Al-Aqsa pada tahun 1969, dimana "Zionisme" yang disalahkan dalam insiden tersebut. Meskipun OKI telah berkembang selama 50 tahun terakhir - dengan beberapa upaya menuju kerja sama ilmiah, kemanusiaan dan pembangunan - poin utama referensi untuk OKI tetap konflik yang melibatkan populasi Muslim.

Saat ini, 80% populasi pengungsi di dunia berasal dari, atau berbasis di negara-negara anggota OKI. Mayoritas konflik, perang, dan pendudukan asing melibatkan populasi Muslim one way or another.

Patut didukung ide-ide ekonomi yang diungkapkan oleh para pemimpin yang hadir, kalau tidak bisa mendukung yang baik, at least tidak nyinyir.

Aku mencoba mencari celah untuk "suu dhon" adanya agenda khusus yang terselubung dalam KTT Kuala Lumpur ini, tapi belum ku temukan.

Akhirnya cuma bisa berdoa semoga Allah membantu orang-orang yang menginginkan kebaikan bagi Islam dan Muslimin.

By Saief Alemdar

[Video - Pidato Erdogan dan Mahathir]

Baca juga :