Masih Pantaskah Jokowi Mendapat Empati Rakyat?


[PORTAL-ISLAM.ID] Moeldoko meminta mahasiswa pendemo memahami kesulitan Pemerintah yang sedang menghadapi masalah Papua dan Karhutla. Artinya mohon agar tidak dibuat lebih sulit dengan kritik dan penolakan masalah revisi UU KPK, RUU revisi KUHP dan lainnya. Ia meminta agar dimengerti langkah Pemerintah untuk akhirnya  menunda revisi KUHP. Jokowi menghadapi situasi yang sulit, kata Moeldoko.

Pernyataan Moeldoko ini lucu dan mengenaskan. Lucu karena pendemo yang menyampaikan aspirasi rakyat diminta untuk memahami kesulitan Pemerintah, sementara Pemerintah justru tidak mau memahami kesulitan rakyat.

Mengenaskan karena bukan berbicara tentang kasus yang dimasalahkan yaitu penolakan revisi UU KPK dan RUU lainnya melainkan belok ke kasus Papua dan Karhutla.

Penderitaan Papua dan kebakaran hutan jadi "rengekan" curhat. Bila kesulitan sudah memang dirasakan sangat berat maka rakyat sebenarnya tidak keberatan jika Jokowi mundur juga. Itu lebih jantan dan elegan Rakyat tidak akan "merengek" untuk minta dipertahankan.

Kesulitan rakyat sudah sangat berat, mulai kenaikan BBM, tarif listrik dan ledeng, pajak, tol mahal, iuran BPJS naik berlipat, usaha ambruk akibat komoditi impor, penggusuran, asap hutan yang sengaja dibakar, hingga nilai Rupiah yang merosot dan kesulitan pekerjaan. Jokowi lebih memanjakan tenaga kerja Cina.

Rakyat sulit mencari keadilan karena keadilan ada "harganya". Sementara Presiden sukanya "selfie" dan pencitraan. Janji-janji angin surga banyak tidak bisa direalisasikan.

Saat menghadapi kritik dan aksi demo yang dulu pernah dikatakan "dirindukan", melalui Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko justru Jokowi minta pengertian dan pemahaman dari mahasiswa.

Ironinya sambil "merengek" juga terhadap demonstran diambil tindakan keras, sehingga banyak mahasiswa luka-luka. Penanganan Pemerintahan Jokowi, melalui aparat kepolisian kasar dan brutal pada para mahasiswa. Gaya seperti ini mengingatkan pada pola penanganan "menghalalkan segala cara". Khas pemerintahan yang mengabaikan aspek-aspek moral.

Pernyataan empati untuk Jokowi terhadap kesulitan yang dihadapi tentu dengan cara beragam. Bisa dengan menghentikan unjuk rasa atau meminta Jokowi untuk menyerahkan jabatannya karena memang tidak mampu memangkunya.

Kekuasaan telah membuat dirinya sulit. Papua jadi tekanan dan kebakaran hutan jadi kecaman. Kasihan Pak Jokowi. Karenanya lebih baik serahkan saja pada yang lain, bapak bebas dari kesulitan dan lebih tenang melanjutkan pekerjaan di kota kelahiran.

Back to nature itu menyehatkan.

Memaksakan diri adalah zalim dan agama memerintahkan agar hamba hambaNya melawan terhadap orang orang yang berbuat zalim.

Penulis: Rizal Fadillah 
Baca juga :