Bantu Korban Aksi 21-22 Mei, Apa Salah Anies?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Jakarta pecah! 21-22 Mei jadi tragedi berdarah. Delapan orang kabarnya meninggal. Itu data resmi dari rumah sakit. Di luar itu? Banyak kabar simpang siur.

Diantara yang meninggal, ada yang tertembak senjata tajam. Polisi mengakui dan sedang menyelidiki siapa para pelaku itu. Jika pelakunya oknum aparat, ini di luar SOP. Ada kesalahan, atau tepatnya, pelanggaran prosedur.

Ada perusuh. Siapa mereka? Itu tak penting! Yang terpenting dan perlu diungkap siapa pesuruh mereka? Siapa otak di balik perusuh itu? Siapa yang kasih dana orang-orang itu? Siapakah yang mengoperasikan dan Instruksikan mereka? Kabarnya, polisi sedang melakukan investigasi. Diharapkan ada kejujuran disini. Dengan kejujuran, negara ini akan tegak berdiri.

Yang terluka? Jumlahnya lebih dari ratusan orang. Termasuk petugas medis. Kepada mereka yang terbunuh dan terluka rakyat berkabung. Mengirimkan doa semoga tak ada lagi korban berjatuhan. Semua diharapkan taat pada hukum, baik peserta aksi maupun aparat.

Semua yang terjadi mesti tidak hanya jadi keprihatinan saja, tapi juga harus dituntaskan proses hukumnya. Harus ada yang bertanggung jawab, agar negara ini ke depan tidak mewariskan trauma sejarah untuk anak bangsa. Sekaligus menegaskan bahwa negara ini beradab karena masih punya hukum yang ditegakkan.

Lalu, siapa yang harus bertanggung jawab? Proses hukumlah yang akan menentukan. Polisi dan Komnas HAM sedang bekerja. Kita beri kesempatan mereka untuk menjalankan tugas sejujur dan seadil-adilnya.

Ada segelintir orang bilang: Anies Baswedan yang bertanggung jawab! Dia gubernur Jakarta. Karena dia gubernur, maka dia yang bertanggung jawab!

Mereka bikin petisi. Tujuannya? Salahkan Anies. Narasi yang dimunculkan Anies gagal mimpin Jakarta. Apakah karena dianggap tak bisa mengendalikan aksi 21-22 Mei yang berakibat rakyat terbunuh dan ratusan terluka?

Lucu! Siapa pelaku, siapa yang disalahkan, gak nyambung. Aksi 21-22 Mei itu soal pilpres. Ada dua pasang capres-cawapres yang berkompetisi. Dianggap ada kecurangan, puluhan ribu rakyat turun ke jalan dan melakukan aksi. Mereka menuntut keadilan. Saat aksi, mereka berhadapan dengan aparat. Lalu terjadi ketegangan. Dari ketegangan itu ada delapan orang meninggal dan ratusan orang terluka. Lalu, Anies hadir membantu yang terluka. Melayat yang terbunuh. Memadamkan api di lokasi yang terbakar. Membersihkan jalan yang kotor. Apa itu salah? Kalau itu salah, dimana salahnya?

Anies tak perlu dibela. Tulisan ini juga tidak untuk membela Anies, tapi bertujuan untuk menyelamatkan cara berpikir rakyat, agar tidak semakin tersesat logikanya. Jangan karena suatu kepentingan politik, logika boleh tersesat. Harus dicegah!

Saya mau buat analogi. Sekedar untuk menyederhanakan. Kalau ada orang ribut di rumah anda, apakah berarti anda yang salah? Kalau ada pembunuhan di rumah anda, apakah anda yang harus bertanggung jawab? Padahal anda bukan pelaku. Apakah gara-gara peristiwa pidana itu terjadi di rumah anda, berarti anda yang disalahkan? Kalau logika ini yang anda pakai, berarti anda perlu refleksi otak.

Seolah sudah ada kesimpulan di awal: pokoknya Anies harus salah. Apa indikatornya? Cari belakangan. Bila perlu direkayasa. Yang penting: Anies salah dulu. Itu kesimpulannya. Nah, ketika Jakarta ricuh, ini dia indikator yang ditunggu-tunggu. Dapet deh.

Tragedi 21-22 itu  terjadi di Jakarta. Apa berarti ini tanggung jawabnya gubernur? Berkaitan dengan akibat, iya! Tapi tidak berkaitan dengan sebab. Kenapa benturan? Kenapa terjadi penembakan? Kenapa ada yang mati dan terluka? Itu tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab gubernur.

Lalu, dimana tanggung jawab Anies sebagai gubernur? Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa itu, yaitu kematian, luka-luka, kebakaran dan berserakan sampah di jalan, di situ gubernur hadir. 

Pertama, Anies hadir terkait dengan urusan kemanusiaan. Anies urus korban yang meninggal dan terluka. Instruksikan mobil pemadam kebakaran dan petugas kebersihan menjalankan tugas masing-masing. Inilah yang disiagakan Anies sebagai langkah pro-aktif. Dan di sinilah kewenangan seorang gubernur. Kedua, pada aspek informasi. Warga Jakarta khususnya, maupun  rakyat Indonesia pada umumnya, memerlukan informasi yang benar. Data di rumah sakit telah Anies umumkan ke publik. Baik yang meninggal maupun yang terluka. Kenapa mereka meninggal dan terluka? Itu bukan wilayah Anies. Itu otoritas pihak keamanan. Ketiga, meredam eskalasi ketegangan dengan informasi yang akurat dan berbagai imbauan. Bahwa ketegangan hanya ada di lokasi Jl. Thamrin dan K.S. Tubun. Hanya 200 meteran. Karena itu, masyarakat tak perlu panik. Jalankan aktifitas sebagaimana biasa.

Soal CCTV? Beberapa tahun lalu Pemprov DKI memang telah memasang ribuan CCTV di berbagai lokasi. Fungsinya? Salah satunya untuk keamanan Ibu Kota. Tentu, sangat mungkin sejumlah peristiwa terkait tragedi 21-22 Mei terekam. Dan itu otoritas gubernur untuk menyimpan atau membukanya jika suatu saat diperlukan dalam proses hukum. Ada yang keberatan?

Anda sudah paham tugas gubernur? Beda dengan tugas presiden. Beda pula dengan tugas Panglima TNI dan Kapolri. Mereka punya tupoksinya masing-masing. Jangan paksain Anies untuk jalankan tugas di luar kewenangannya. Bisa melanggar undang-undang. Jika Anda cari-cari kesalahan Anies, rakyat patut curiga; siapa sesungguhnya anda ini? Dan sekenario apa yang anda sedang mainkan?

Tapi tenang! Anies sudah janji: tak akan menangkap dan memenjarakan orang-orang yang menghujat dan menfitnahnya. Anies sadar, itu risiko pemimpin. Seorang pemimpin itu berada di wilayah publik. Tidak hanya siap dipuji, tapi harus siap dicaci. "Dicaci tidak tumbang, dipuji tidak terbang", begitulah prinsip yang jadi pegangan Anies.

Jakarta, 30/5/2019

Penulis: Tony Rosyid
Baca juga :