Debat Antar-Cawapres: Sandi Jangan Lupa, Kyai Ma’ruf Amin Adalah Politisi


[PORTAL-ISLAM.ID]  Dari rekam jejak keduanya sangat jelas secara politik Ma’ruf lebih berpengalaman dalam dunia politik. Hal ini menjelaskan mengapa dalam berbagai statemen maupun manuvernya, Ma’ruf terkesan jauh lebih politis, ketimbang Sandi.

"Jangan lupa saya ini sejak muda sudah jadi politisi,” ujar Kyai Ma’ruf Amin dalam perbincangan sambil makan malam di Restoran Aljazeera, Jalan Raden Saleh, Jakarta.

Pertemuan terbatas itu terjadi hanya beberapa bulan menjelang pencalonan capres-cawapres. Ma’ruf disebut-sebut sebagai salah satu nama yang kemungkinan akan dipilih Jokowi sebagai cawapres. Namun banyak yang pesimis dia akan terpilih.

Sejumlah analis memperkirakan Jokowi akan memilih figur dari kalangan tokoh Islam atau ulama. Figur itu sangat diperlukan untuk menepis isu yang telanjur kuat melekat: “Jokowi memusuhi ulama dan umat Islam.”

Selain Ma’ruf, ada nama Mahfud MD. Dua nama lain yang mematut-matut diri adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Semua figur mempunyai latar belakang Nahdlatul Ulama (NU).

Dari semua nama itu, Mahfud MD menempati posisi teratas. Mempunyai latar belakang NU namun di masa mudanya aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Mahfud diperkirakan bisa diterima kalangan nahdliyin, dan Islam perkotaan yang jadi penentang berat Jokowi. Mahfud juga punya pengalaman di lembaga legislatif dan pemerintahan.

Ma’ruf saat itu mencoba meyakinkan lawan bicaranya —beberapa orang wartawan dan politisi— bahwa dia bukan orang yang naif dan tidak punya pengalaman politik. Kesan yang kuat ditangkap publik selama ini Ma’ruf adalah tokoh agama.

Posisinya saat itu sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama makin memperkuat persepsi publik. Ma’ruf Amin adalah seorang ulama.

Bagaimana mungkin seorang ulama, ditunjuk sebagai cawapres oleh Jokowi?  Capres adalah jabatan politik. Diperlukan orang yang berpengalaman di bidang pemerintahan, atau setidaknya dunia politik.

Ma’ruf Amin benar. Publik banyak yang tidak mengetahui rekam jejaknya. Sebelum dia dikenal sebagai pemimpin tertinggi di dua lembaga/organisasi keagamaan, PBNU dan MUI, Ma’ruf adalah politisi.

Sejak usia muda Ma’ruf Amin sudah terlibat di dunia politik. Ma’ruf pernah menjadi guru dan kemudian masuk ke dunia politik. Dia memulai karirnya menjadi anggota Fraksi Utusan Golongan DPRD DKI Jakarta (1971-1973). Saat itu usianya baru 27 tahun. Pada periode 1977-1982 menjadi anggota DPRD DKI dan menjabat sebagai Ketua Fraksi.

Setelah itu Karir politiknya terus menanjak. Ketika PKB berdiri dia menjadi anggota MPR RI (1997-1999), dan kemudian menjadi anggota DPR RI dari PKB  (1999-2004).

Latar belakang Ma’ruf sangat berbeda dengan Sandiaga Uno. Mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu secara resmi terjun ke politik pada tahun 2015. Dia menjadi anggota Partai Gerindra dan ditunjuk menjadi anggota Dewan Pembina.

Pada Pilkada DKI 2017 Sandi bertarung menjadi cawagub mendampingi cagub Anies Baswedan. Melalui pertarungan tersengit sepanjang sejarah pilkada, dia akhirnya terpilih menjadi Wagub DKI. Posisi tersebut tak lama dijabatnya. Sejak Agustus 2018 dia melepas jabatan itu dan menjadi cawapres pendamping Prabowo.

Ma’ruf Akan Lebih Agresif

Dari rekam jejak keduanya sangat jelas secara politik Ma’ruf lebih berpengalaman dalam dunia politik. Hal ini menjelaskan mengapa dalam berbagai statemen maupun manuvernya, Ma’ruf terkesan jauh lebih politis, ketimbang Sandi.

Publik pasti belum lupa bagaimana Ma’ruf dan para pengurus PBNU menekan Jokowi jelang pengambilan keputusan untuk menentukan siapa yang akan menjadi cawapres pendampingnya.  Saat itu Jokowi 99% sudah menunjuk Mahfud MD.

Sehari sebelum pengajuan nama ke KPU, Rabu (8/8/2018) Ma’ruf menemui Jokowi di Istana secara terpisah dengan Ketua Umum PBNU Said Agil Siradj. Kepada media secara santai Ma’ruf mengatakan, “Kalau Pak Jokowi memilih cawapres non NU, ya _Wabilahit Taufik Wal Hidayah…he….he…he..” ujar Ma’ruf.

Saat itu diketahui PBNU menekan Jokowi agar membatalkan penunjukkan Mahfud MD. Mereka juga mengancam akan meninggalkan Jokowi. Alasannya Mahfud bukanlah kader NU.

Sebagai langkah serius akan meninggalkan Jokowi, Muhaimin juga sudah melakukan sejumlah pertemuan untuk membentuk Poros Ketiga. Dia bertemu dengan beberapa  ketua umum partai dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Muhaimin dipersiapkan sebagai cawapres dan Gatot sebagai capres.

Setelah bertemu Jokowi, PBNU melakukan pertemuan. Salah seorang Ketua PBNU Robikin Emhas menyampaikan sikap NU secara tegas. “Kalau cawapres nanti bukan dari kader NU, maka warga nahdliyin merasa tidak memiliki tanggung jawab moral untuk ikut menyukseskannya. Itu pesannya,” kata Robikin.

Mahfud MD belakangan mengaku dia mendapat informasi, bahwa pesan Robikin itu didiktekan oleh Ma’ruf Amin. Jokowi tunduk pada tekanan PBNU dan akhirnya menunjuk Ma’ruf Amin menjadi cawapres.

Setelah terpilih dan didaftarkan secara resmi sebagai cawapres, Ma’ruf Amin tak langsung melepas jabatannya sebagai Rais Aam PBNU dan Ketua Umum MUI.

Baru setelah mendapat desakan dari berbagai kalangan, Ma’ruf melepas jabatan sebagai Ketua Umum MUI pada tanggal 28 Agustus 2018. Dalam penjelasan kepada media Wakil Ketua Umum MUI Zainud Tauhid menyebutnya bukan mundur, tapi non aktif. Jabatan Rais Aam PBNU juga dilepasnya pada tanggal 22 September 2018.

Mengikuti proses terpilihnya Ma’ruf, dan berbagai tekanan PBNU kepada Jokowi, menjadi sangat menarik ketika dia mengatakan tidak terlalu berminat menjadi cawapres.

 “Saya dibilang sudah tua saja mau jadi cawapres. Saya sebenarnya tidak mau, saya lebih nyaman jadi Rais Aam PBNU dan Ketum Majelis Ulama Indonesia. Tapi didorong oleh banyak pihak, oleh banyak ulama,” kata Ma’ruf.

Hanya seorang politisi kawakan yang bisa berbicara seperti itu. Seorang ulama tidak mungkin mengatakan sesuatu, tidak berdasarkan fakta.

Bandingkan dengan sikap Sandi. Dia langsung mengundurkan diri sebagai Wagub DKI ketika dipilih Prabowo sebagai cawapres. Padahal aturan perundang-undangan memungkinkannya cuti.

“Filosofinya itu saya bilang nggak bisa disambi, ini tugasnya berat banget, DKI-nya berat, dan kalau saya tetep di DKI kan mempolitisasi DKI, nggak fair buat DKI,” ujarnya.

Sandi juga mengaku tidak ingin memberi contoh yang tidak baik kepada masyarakat. “Pak Anies sudah berat, dan ditambah politisasi tambah berat. Kalau saya egois gitu tetap di DKI dan coba-coba, takutnya tidak memiliki pesan yang baik buat masyarakat,” ujarnya.

Dengan mundur Sandi juga mengaku akan berjuang dan berikhtiar sekeras mungkin. “Harus all out, apapun hasilnya. Kita harus gentleman untuk itu,” tegasnya.

Sebagai “politisi” Sandi masih terlalu memegang etika. Sebuah barang mewah yang sudah sulit kita temukan. Dia juga tetap menjaga sopan santun, tata krama, dan adab yang biasa dilakukan seorang santri kepada kyai.

Dalam setiap pertemuan, Sandi memperlakukan Ma’ruf dengan sangat hormat. Baik pada undian nomor urut dan debat pertama palson, Sandi dengan takzim mencium tangan Ma’ruf Amin. Tidak tampak aroma persaingan.

Sebaliknya dalam berbagai kesempatan Ma’ruf tak segan menyerang Sandi.  Ketika dalam sebuah kampanye Sandi bicara soal wisata halal, Ma’ruf dengan tegas menyatakan dialah yang lebih dulu bicara soal itu. Sandi hanya ikut-ikutan. “ Soal wisata halal, wisata syariah, saya sudah bicara 20—30 tahun lalu,” tegasnya.

Ma’ruf juga menyerang Prabowo soal penculikan. “Menurut saya Pak Jokowi positif semua. Mana ada beliau menculik orang, menganiaya orang, nggak pernah, membunuh orang, nggak pernah. Dia hanya melaksanakan tugas-tugas pemerintahan,” ujarnya.

Dengan track record keduanya, pada debat antar-capres kemungkinan besar Ma’ruf akan lebih banyak menyerang. Sementara Sandi sudah menyatakan akan tetap menjaga sopan santun dan adab kepada seorang kyai.

Sandi juga mengaku diwanti-wanti oleh Prabowo, agar tidak menyerang Ma’ruf.  Sebaliknya Ma’ruf meminta Sandi untuk tidak sungkan berdebat dengannya. “Selama semua dilakukan dengan sopan santun,” tegasnya.

Banyak yang memperkirakan debat kali ini suasananya akan seperti debat kedua. Jokowi banyak menyerang, sementara Prabowo bertahan dan tidak mau balik menyerang. Rumus baku itu juga kemungkinan besar akan diterapkan Ma’ruf kepada Sandi.

Satu hal yang harus diingat oleh Sandi, Ma’ruf Amin itu pertama-tama adalah seorang politisi. Baru kemudian kyai. Debat adalah forum adu argumentasi, memaparkan visi dan visi kepada publik.

Sikap sopan terhadap seorang lawan yang lebih sepuh, benar harus tetap dijaga. Tetapi harus juga tetap diingat, posisi Sandi dan Ma’ruf Amin adalah setara, sesama kandidat cawapres.

Pertemuan Ma’ruf Vs Sandi mengingatkan kita pada debat klasik antara Richard Nixon melawan John F Kennedy pada Pilpres Amerika Serikat pada tahun 1960.

Pada debat yang dilaksanakan di radio, Nixon yang berpengalaman dan lebih menguasai materi, jauh unggul atas Kennedy. Namun ketika debat dilaksanakan di televisi Kennedy yang muda dan tampan, berdasarkan jajak pendapat jauh lebih unggul atas Nixon.

Kennedy akhirnya memenangkan Pilpres AS. Dia menjadi presiden termuda menggantikan Eisinhower presiden tertua yang pernah terpilih saat itu. end

Penulis: Hersubeno Arief
Baca juga :