Jiwa Besar Sandi Saat Ditolak di Bali


[PORTAL-ISLAM.ID] Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno dua hari lalu membatalkan kunjungannya ke Panebel, Tabanan Bali, yang sebetulnya sudah dijadwalkan. Hal itu dia sebutkan terjadi lantaran dirinya ingin tetap menjaga kerukunan warga setelah sempat beredar adanya penolakan terhadap Sandi.

Melalui akun Twitter resminya @sandiuno, mantan Wagub DKI ini mencuitkan, "Untuk masyarakat di Kabupaten Tabanan, saya meminta maaf sebesar2nya karena saya harus membatalkan kunjungan ke sana demi menjaga situasi tetap kondusif. Persatuan & kerukunan antar masyarakat harus tetap menjadi yang utama. Semoga kita dapat dipertemukan setelah 17 April nanti."

Diketahui bahwa Sandi dua hari terakhir memang melakukan safari kampanye di Bali. Selain berjumpa dengan para pendukung, Sandi juga sempat menampung aspirasi baik dari pelaku seni, nelayan maupun pelaku UMKM.

Dia memulai kunjungan pada Jumat, 23 Februari 2019 dan langsung berkeliling ke Gianyar, Klungkung, Karangasem dan lanjut ke wilayah lainnya.

Sementara sebelum Sandi datang dikabarkan bahwa untuk Tabanan, beredar surat pernyataan di beberapa desanya yang menyebutkan mereka menolak kedatangan Sandiaga lantaran sudah menetapkan hati memilih Capres-Cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin.

Gak ada yang sanksi bahwa Bali itu toleran dalam menerima budaya apapun. Budaya luar aja mereka terima dengan senang hati, apa lagi budaya nusantara. Selagi bisa menjaga budaya lokal, maka budaya apapun akan tetap diterima.

Namun kasus penolakan kampanye Sandiaga di salah satu daerah melalui surat yang tembusannya sampai ke kepolisian daerah setempat, sebenarnya sudah menciderai semangat demokrasi.

Mau pakai alasan apapun, tetep saja tidak akan masuk akal yang waras. Di basis-basis daerah pendukung Prabowo-Sandi juga kampanye dan deklarasi kubu 01 tidak pernah dilarang. Kalaupun sepi acaranya itu soal lain.

Bersyukur Sandiaga mempunyai jiwa yang legowo. Sandiaga paham, bahwa aksi penolakannya adalah aksi penggerakan oleh beberapa oknum yang atas namakan daerah mereka. Tapi Sandiaga tidak mau berpolemik, karena tujuan ia mencalon bukan memperlihatkan perbedaan, namun merangkul perbedaan dalam satu nama NKRI.

Beberapa kali dalam kunjungannya, Sandi selalu diteriaki penolakan dan nama petahana. Sandiaga tetap tersenyum pada mereka, bahkan ada momen dirinya merangkul seseorang di daerah Jawa Tengah sambil mengalungkan sebuah syal padanya yang memegang spanduk dukungan pada petahana.

Sedikitpun tidak ada rasa kecewa dalam dirinya, malah dirinya berterima kasih bahwa masih ada cara yang kreatif dari warga yang tidak mendukungnya. Simpati ia berikan, merangkul sebagai bentuk persaudaraan bahwa pilpres bukan ajang permusuhan.

Di Bali, ia pun memperlihatkan jiwa besar ketika memutuskan membatalkan kunjungannya di satu daerah karena adanyanya SURAT SAKTI. Tidak ingin berdebat dan memperkeruh suasana, ia menenangkan dan meminta maaf pada warga daerah tsb karena harus membatalkan.

Ia mengalah tapi bukan kalah. Ia memberi kesempatan oknum-oknum penolaknya melaksanakan hajat mereka. Justeru disitu kemenangan Sandiaga. Simpati ia dapatkan dan para penolak mendapatkan kecaman dari publik yang mulai cerdas dalam menilai.

Baca juga :