FPI: Kasus Ketua PA 212 Slamet Maarif Rekayasa Perkara yang Memalukan


[PORTAL-ISLAM.ID]  Dewan Pembina Majelis Syuro Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) Habib Muhsin Al Attas mengkritik cara pemerintah dalam penggunaan institusi hukum sebagai alat politik. Kritik disampaikan Muhsin Al Attas menyoroti status tersangka yang dialamatkan kepada Ustadz Slamet Maarif, Juru Bicara FPI yang juga Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212).

"Rekayasa perkara dan ini ada intervensi penguasa. Kami prihatin, ini memalukan, memilukan," kata Muhsin dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (11/2/2019).

Muhsin menilai dugaan rekayasa perkara tengah dipertontonkan penguasa kepada rakyat. Menurut dia, ini terbukti dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh lingkaran penguasa, namun justru menguap begitu saja.

"Namun ketika kubu berlawanan terindikasi sedikit saja, justru diusut dengan sangat agresif. Tebang pilih. Mereka sudah melakukan kecurangan," kata Muhsin menegaskan.

FPI, kata Muhsin, mengimbau kepada Slamet Maarif untuk tetap menjalani proses hukum yang tengah dijalaninya. Perkara yang terjadi Slamet, kata dia, tak akan menyurutkan FPI untuk melawan ketidakadilan.

"FPI komponen masyarakat yang mencari keadilan, tidak akan pernah surut perlawanan," kata dia.

"Saya kira harus hadapi. Kita bukan para pejuang yang penakut, ini kenyataan yang kita hadapi," ujarnya menambahkan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma'arif telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka kasus pelanggaran jadwal kampanye di Pemilu 2019 oleh Polres Surakarta, Jawa Tengah, dan akan diperiksa pada Rabu (13/2).

Dalam surat panggilan bernomor S.Pgl/48/II/2019/Reskrim, Slamet Maarif dipanggil sebagai tersangka kasus pelanggaran pasal 280 ayat (1) huruf a, b, d, e, f, g, h, i, j. Yakni, tentang kampanye di luar jadwal berkaitan ceramahnya dalam kegiatan acara Tabligh Akbar 212 Solo Raya pada 13 Januari 2019.

Ancamannya adalah pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta (pasal 492 UU Pemilu), atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta (pasal 521 UU Pemilu).

"Betul, kami panggil [Slamet] sebagai tersangka," kata Kapolres Surakarta Kombes Ribut Hari Wibowo, dalam keterangannya, Minggu (10/2).
Baca juga :