Sandiaga Mengakui Salah dan Minta Maaf Langkahi Makam Pendiri NU Kiai Bisri


[PORTAL-ISLAM.ID] Sandiaga Uno meminta maaf telah melangkahi makam tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Bisri Syansuri. Calon wakil presiden nomor urut 02 itu mengaku khilaf.

"Pertama-tama, tentunya permohonan maaf. Manusia itu pasti ada khilaf. Saya hampir tiap hari berkunjung di kubur, ziarah," kata Sandiaga seperti dikutip detikcom di Pekanbaru, Riau, Senin (12/11/2018).

Sandiaga mengaku kerap dipandu setiap kali berziarah. Kejadian di makam Kiai Bisri telah memberinya pelajaran untuk lebih menghormati persemayaman tokoh Islam.

"Dan dalam ziarah tersebut, tadi juga ada ziarah kubur, di sini juga ada pemandunya. Dan tanpa mau menyalahkan siapa-siapa, saya harus berani mengambil risiko ini bahwa kesalahan ada di saya," ujarnya.

"Oleh karena itu kesalahan saya, saya mohon maaf. Dan tentunya manusia penuh khilaf, penuh salah. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf," imbuh Sandiaga.

Peristiwa Sandiaga melangkahi makam menjadi pergunjingan publik. Video berdurasi 15 detik yang tersebar di media sosial memperlihatkan Sandi mengenakan sarung dan berkopiah hitam tengah menabur bunga bersama capres Prabowo Subianto.

Alih-alih berjalan melalui tepian kubur, Sandi dalam video tersebut terlihat melangkahi makam untuk kemudian nyekar ke makam yang berada di sebelahnya.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengatakan warga NU tidak berani untuk melangkahi makam karena menurut Said, tidak sesuai etika.

"Kalau warga NU tidak berani sama sekali bahasanya takut kualat, " ujar Said Aqil di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (12/11).

Ketua PBNU bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas menjelaskan bahwa secara syariat, Islam tidak mengatur ihwal melangkahi makam seseorang. Hanya saja secara akhlak dan adab hal tersebut tidak benarkan.

"Di luar konteks politiknya, Islam itu selain akidah dan syariat adalah soal akhlak... termasuk juga dalam memperlakukan orang meninggal dunia juga harus ada akhlak," ujar Robikin


Kiai Haji Bisri Syansuri (lahir di Pati, Jawa Tengah, 18 September 1886 – meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 April 1980 pada umur 93 tahun) adalah seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU).

Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal atas penguasaannya di bidang fikih agama Islam. KH Bisri Syansuri juga pernah aktif berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, ketua Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia adalah kakek dari Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (kakek dari jalur ibu), Presiden Republik Indonesia keempat.

Sewaktu muda Bisri Syansuri mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas. Ketika berada di Mekkah, Bisri Syansuri menikahi adik perempuan Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan Bisri Syansuri menikah dengan KH Wahid Hasyim dan menurunkan KH Abdurrahman Wahid dan KH Solahuddin Wahid.

Sepulangnya dari Mekkah, dia menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun. Ia kemudian pada 1917 mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Saat itu, Bisri Syansuri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya.

Di sisi pergerakan, ia bersama-sama para kiai muda saat itu antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem, dan KH Ridwan, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar. Ia adalah peserta aktif dalam musyawarah hukum agama, yang sering berlangsung di antara lingkungan para kiai pesantren, sehingga pada akhirnya terbentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Baca juga :