Membaca Konspirasi Politik di Balik Pembakaran Bendera Tauhid


[PORTAL-ISLAM.ID] Sudah hampir sepekan lebih kasus pembakaran bendera tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut, Jawa Barat, menuai aksi protes dari berbagai elemen masyarakat. Aksi itu pun kian hari semakin membesar, bahkan tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara pun melakukan aksi yang sama.

Ditengah gelombang aksi yang luar biasa itu terbesit pikiran dimanakah para teroris yang dulu sempat booming ? apakah mereka tidak bergerak hatinya saat panji Rosulnya dibakar, inti ajarannya dihina dan dilecehkan ? jika mereka tidak tergerak hatinya, lalu sebenarnya teroris itu siapa ?

Aneh bin ajaib memang, teroris dulu yang katanya ingin menegakkan syariat islam, khilafah, dan berbendera tauhid, serta identik dengan islam, tapi ternyata lenyap saat agamanya dilecehkan dan dinistakan. Jangankan aksinya, kecamannya pun tak terdengar ditelinga dan bahkan keberadaannya pun tidak diketahui dimana. Hampir hilang sudah dan tak berbekas ketika propaganda teroris sudah tidak laku lagi. Dari sinilah dapat difahami bahwa sebenarnya teroris adalah sebuah framing politik yang diciptakan untuk menfitnah islam dan umatnya, lebih-lebih orang-orang yang berjuang untuk tegaknya Syariah dan khilafah. Karena jika benar teroris itu ada tentu akan marah besar ketika panjinya dibakar, agamanya dihina, dan dilecehkan.

Ketika sampai hari ini pun teroris itu tidak muncul, berarti dapat dipastikan bahwa “teroris” adalah sebuah konspirasi politik untuk menghadang kebangkitan islam, menjauhkan umat dari islam, dan membuat umat takut membela islam. Begitu juga dalam kasus pembakaran bendera tauhid ini, bau konspirasi itu sangat menyengat. Ada upaya framing untuk mengkriminalkan bendera tauhid dan para pembawanya lebih-lebih HTI. Padahal apa yang mereka sampaikan dan tuduhkan sudah diklarifikasi oleh MUI dan juga Jubir HTI. Bahwa HTI tidak memiliki bendera sebagaimana dituduhkan. Hal ini bisa dibuktikan atau dilihat pada arsip AD/ART HTI yang ditujukan ke Kemenkuham saat perijinan. Begitu juga keputusan MUI yang menyatakan bahwa bendera yang dibakar adalah murni bendera tauhid.

Berdasarkan pengakuan pelaku pembakaran bendera ini, bahwa apa yang mereka lakukan adalah berdasarkan perintah dari struktur. Dan jika di telusuri, memang perintah itu nyata adanya dan massif serta sama untuk seluruh cabang dinegeri ini. Hal inipun diperkuat oleh pernyataan Menko Polhukam yang sangat tendensius bahkan seolah menjadi juru bicara dari ormas ini. Bahkan Menko Polhukam pun mengacam siapa saja yang mencintai bendera tauhid agar keluar dari Indonesia.

Dari beberapa peristiwa penistaan agama yang terjadi, selalu pelakunya dari orang-orang yang sama. Dari golongan yang sama, kelompok yang sama, dan itu-itu saja orangnya. Lihatlah bagaimana kasus Almaidah 51, orangnya siapa, partai apa, siapa pembela dibelakangnya. Bagaimana kasus konde nusantara, siapa pelakunya, partai apa dibelakangnya, siapa pembelanya. Bagaimana larangan adzan dengan pengeras suara, siapa orangnya, partai apa, serta siapa pembelanya. Bagaimana pembelaan terhadap LGBT, siapa dibelakangnya, dari partai apa dan banyak kasus yang berkaitan dengan islam, sudah dapat dipastikan orangnya itu-itu saja. Begitu juga dengan pelaku pembakaran bendera ini, tentu kita tahu dari kelompok mana, dan siapa yang ada dibelakangnya.

Dalam kasus ini, memang benar aparat kepolisian sudah menetapkan pelaku sebagi tersangka. Tapi itu bukan karena aksi membakar benderanya, justru yang dijatuhkan karena membuat kegaduhan nasional. Artinya jika pelaku tidak dijadikan atau ditetapkan sebagi tersangka, maka akan timbul gejolak masyarakat. Maka dari itu untuk meredam gejolak adalah dengan menetapkan sebagai tersangka.

Dengan penetapan tersangka yang menggunakan pasal 174 KUHP ini tentang membuat kegaduhan berarti mereka menganggap bahwa aksi pembakaran bendera tauhid bukanlah sebuah kesalahan. Yang membuat kesalahannya adalah telah membuat kegaduhan dalam skala nasional. Seakan ada pembenaran secara hukum perilaku pembakaran ini dan yang mereka salahkan adalah pembawa bendera. Dan inilah sebenarnya konspirasi mereka terhadap umat islam.

Target politik dari dari konspirasi ini adalah : pertama, mempidanakan pembawa bendera. Tujuannya adalah agar tidak ada lagi orang yang membawa bendera tauhid. Artinya menciptakan phobi terhadap umat islam untuk membawa bendera tauhid. Karena membawa bendera tauhid bisa anggap kriminal dan dapat dipidanakan. Dengan demikian maka akan mudah menjadikan HTI sebagai musuh Bersama negara karena yang sering membawa bendera ini adalah HTI. Ada keinginan kuat dari jajaran Menko polhukam dan rezim untuk membubarkan dan mengkriminalkan HTI beserta simbul-simbulnya sejak kekalahan Ahok di pilkada Jakarta.

Target kedua adalah akan membuat takut siapa saja yang membawa bendera islam atau panji Rosulullah saw. Karena jika upaya mereka berhasil mengkriminalisasikan bendera ini, maka siapa pun yang membawanya akan di kenakan delik hukum dan dapat dipidanakan.

Target yang ketiga adalah akan menjerat pidana setiap aktifis yang berani membawa bendera islam ini ketika sendirian atau dalam aksi. Mereka menggunakan cara mempersiapkan kader suatu ormas untuk mempersekusinya. Dari sini jelaslah apa yang menjadi target mereka dalam konspirasi ini. Maka dari itu umat harus bergerak untuk menghadang dan membongkar konspirasi jahat mereka terhadap islam. Jika rezim ini terus berkuasa, maka keadaan ini akan lebih berbahaya. Maka haram bagi umat islam untuk memilih pemimpin yang anti islam.

Penulis: AB Latif
Baca juga :