Benarkah Ekonomi Indonesia Baik-Baik Saja?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Pemerintah Joko Widodo lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani harus jujur kalau akibat nilai kurs Rupiah yang sudah tembus 15 ribu / US Dollar akan bisa merangkak naik ke level 16 ribu dan pontensi tsunami ekonomi sudah didepan mata

Tolong jangan beralasan kalau nilai kurs dollar yang sudah melewati angka 15 ribu yang merupakan kurs terburuk sejak 20 tahun pasca krisis ekonomi 1998 ,bahwa keadaan ekonomi nasional baik baik saja karena data nilai inflasi yang masih bisa terkendali Dan ekonomi bertumbuh di semester 2 pada angka 5.27 persen.

Ingat loh jeng Sri, Indonesia itu sekarang negara importir crude oil dan BBM sehingga naiknya harga minyak mentah sebesar 85 USD/barrel bisa makin mengerus nilai kurs Rupiah apalagi diprediksi oleh para pengamat minyak dunia bahwa minyak dunia akan bisa sampai level 100 USD/barrel artinya beban impor dan kebutuhan akan USD dollar akan meningkat dan harga BBM akan naik sehingga inflasi bisa naik cepat loh.

Ditambah lagi keperluan belanja barang barang untuk keperluan rehabilitasi daerah yang terkena gempa yang masih harus di impor, misalnya obat obatan dan alat alat kesehatan.

Sudah lima kali loh sejak februari Bank Indonesia menaikan suku bunganya Dan tidak Ada pengaruhnya terhadap penguatan nilai kurs Rupiah.

Kenaikan suku bunga bank sentral sudah bisa dipastikan Akan memberatkan bunga pinjam kredit para debitur bank bank nasional Dan bisa berpotensi macet apalagi keadaan Daya Beli Masyarakat Makin turun akibat tinggi harga harga barang dan jasa sehingga penjualan Akan turun dan berakibat pada pendapatan perusahaan perusahaan para debitur.

Apalagi suku bunga the FED akan kembali naik dan pasti nya rupiah akan makin melemah akibat mbah gondrong (USD) pada pulang kampung loh.

Belum lagi 40 persen Obligasi Indonesia yang dipegang oleh asing akan dilepas akibat buruknya kinerja kurs Rupiah, Hal ini terbukti dengan Obligasi Indonesia juga yang mengalami tekanan. Hasil patokan obligasi 10-tahun naik 14 basis poin pada Selasa menjadi 8,15 persen, meningkat dari 6,32 persen pada akhir 2017. Indeks saham utama negara itu merosot 1,2 persen, mengambil penurunan tahun ini menjadi 7,6 persen.

Belum lagi diperpanjang dari sisi defisit fiskal dimana neraca transaksi berjalan yang terus defisit, akibat terjadi jor joran misalokasi proyek proyek Infrastruktur yang lebih bernuansa mercusuar dibanding memeliki nilai tambah untuk meningkat devisa negara. Seperti lebih banyak bangun Gedung Gedung di bandingkan membeli mesin Dan membangun Industri nasional yang berbasis produk ekspor.

Langkah yang diambil otoritas Moneter dalam Hal ini BI dengan menawarkan program hedging bagi Pelaku usaha yang melakukan aktifitas impor untuk menjaga volalitas nilai kurs dollar sih boleh lah tapi sampai seberapa efektifnya ya?

Lalu rencana pemberian insentive bagi para Pelaku usaha yang usahanya berbasis produk ekspor seperti CPO Dan pertambangan ,apa iya mereka tertarik untuk mengubah pendapatan mereka dalam bentuk USD menjadi rupiah, untuk meningkat devisa Dan melindungi mata uang lokal dari kekalahan pasar global. Kayak sih enga mungkin ya karena mereka sektor Perkebunan Sawit Dan pertambangan banyak dikuasai oleh perusahaan asing Dan nasional yang Juga Punya pinjaman kredit di bank bank luar negeri Dan Obligasi dalam denominasi dollar yang banyak Akan jatuh tempo, jadi sangat kecil Kemungkinan mereka tertarik dengan program BI.

Jadi Krisis Ekonomi sangat berpotensi loh di jamannya kangmas Joko Widodo, jika terus kebohongan data data ekonomi yang dikemukakan disaat sata mau Pilpres.

Penulis: Arief Poyuono

Baca juga :