Nadya Valose: Untuk saat ini tidak ada yang lebih baik dari Prabowo, maka Saya memilihnya..


by Nadya Valose
(Pegiat Akal Sehat)

Seorang teman senior dengan wajah antusias bertanya kepada saya, "dik, Prabowo itu kan bekas Jenderal Kopassus (Militer), jika Prabowo jadi Presiden, apa kamu nggak takut suatu saat nanti Prabowo bisa menjadi musuh kita, kala ia menghianati demokrasi dengan menjadi pemimpin diktator .."

Belum dijawab, dia sudah berceloteh lagi dengan sejumlah pertanyaan, "Prabowo itu religiusnya dimana? Sebagai orang Islam, nggak pernah lihat dia fasih baca doa atau jadi imam sholat, pidato-pidatonya hanya berisi spirit nasionalis saja tanpa pernah ada spirit keagamaannya, keislamannya belum teruji, komunikasinya dengan tokoh agama dibangun dengan motivasi politik, apakah yakin kelak tidak akan mendudukan islam dan para tokoh-tokohnya dalam terali besi dan pasungan yang lebih buruk dari pada rezim hari ini ..?"

Saya tersenyum saja mendengar berondongan pertanyaan yang berapi-api tersebut dan menjawab secara tidak serius atas pertanyaan yang lebih didominasi persoalan primordial itu.

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, bahwa Prabowo mungkin saja menjadi pemimpin yang otoriter dan tidak lagi bersikap demokratis, sama kemungkinannya dengan siapapun yang akan menjadi pemimpin di negeri ini..

Sebagai seorang yang pernah menjadi perwira tinggi bintang tiga disaat kekuasaan militer masih memiliki kesempatan jauh lebih besar untuk mengambil alih kekuasaan dibanding saat ini, lalu dijatuhkan pada posisi yang belum pernah diterima dan dialami oleh para perwira-perwira seniornya, Prabowo tidak pernah mengucapkan sumpah serapah picisan, bahkan hingga saat ini, dimana posisi politiknya sekurang-kurangnya bisa saja menjadikan ia orang nomor dua di medan pertarungan politik nasional.

Prabowo bukan prajurit anak mami yang mello dan mudah jatuh cinta pada kecantikan artis biduan. Walaupun lahir dalam trah keluarga menak, prajurit Prabowo ditempa dan diuji melalui berbagai operasi militer dalam perang sungguhan, bukan latihan perang atau pasukan perdamaian yang tergabung dalam pasukan PBB. Kesaksian keprajuritan Prabowo diakui oleh semua prajurit militer yang pernah ikut bertempur dalam satu pasukan dengannya.

Moral politik Prabowo juga sangat terjaga dari prilaku tercela kebanyakan para politikus. la lebih banyak bicara apa adanya di hadapan publik, ia juga tidak suka pencitraan yang menyimpang dari jati dirinya yang asli, karena itu pula sebabnya Prabowo tidak suka tampil dengan sorban yang melingkar diatas kepala layaknya seorang pemuka agama atau mengekspose diri untuk tampil 'religius performance by fashion'.

Prabowo tidak suka berbasa-basi dan mengumbar ungkapan yang menjilat kepada penguasa sebagaimana gaya yang menjadi tren ketua-ketua partai politik yang mengemis posisi jabatan di kabinet.

Saat menjadi oposisi, Prabowo menjadi oposisi yang konsisten. Ia rela menjadi mata, telinga dan mulut rakyat yang diwakilinya.

Mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyatpun dilakukannya secara santun dan beradab. Alih-alih mengumbar fitnah, malah difitnah sudah tak terhitung. Entah berapa kali Prabowo difitnah dan berapa banyak pelakunya.

Soal pemimpin diktator bisa terjadi pada siapa saja. Namun seorang pemimpin tidak begitu saja lahir dan langsung menjadi diktator, ada proses seorang pemimpin menjadi diktator. Ada perjalanan politik panjang yang membentuk seorang pemimpin menjadi diktator dengan jangka waktu kekuasaan yang tidak dibatasi. Dan konstitusi negara dengan perangkat perundang-undangannya telah melakukan proteksi kearah itu.

Namun keadaan saat ini nyaris diambang darurat kedaulatan daripada phobia pada kediktatoran Prabowo. Kepemimpinan Prabowo saat ini amat dibutuhkan untuk menyelamatkan negara dari agitasi dan agresi berbagai kekuatan asing dan lokal pro asing yang sedang menyandera kedaulatan negeri ini dibawah ancaman disintegrasi bangsa.

Sekarang sudah begitu kasat mata terlihat bagaimana upaya mengkotak-kotakan bangsa dalam berbagai kelompok telah mengkristal dalam suasana konfrontatif, dan itu sengaja dibiarkan (bahkan diduga difasilitasi) terus dilakukan oleh kelompok komunis, liberal dan syi'ah yang berkedok gerakan anti radikal, intoleran dan terorisme.

Prabowo mungkin saja bukan Islam religius, tapi Prabowo bukan kafir. Orang boleh saja mempertanyakan bobot ke-islaman Prabowo. Namun satu hal yang pasti, Prabowo tidak pernah memiliki history memerangi islam dan memusuhi ulama (apalagi menyerang ulama lewat orang gila).

Prabowo tidak menampilkan pribadi munafik sebagaimana para aktifis pencari recehan yang dulu pernah pura-pura mendukungnya. Prabowo tidak pernah menjadi najis yang merusak kesucian islam sebagaimana para munafik yang berkedok ulama dan merusak Islam dari dalam.

Anjing saja yang pada bagian tertentu dari tubuhnya merupakan najis bagi kesucian, tapi kita bisa saja akan membutuhkannya saat ular masuk kedalam rumah dan kita tidak mampu menangkapnya sendirian, kita bisa saja akan membutuhkan saat operasi penyelamatan korban dari bencana, menjaga keselamatan dari masuknya rampok ke dalam rumah yang mengendap-ngendap dimalam hari, dsbnya.

Prabowo tidak pernah menjadi najis bagi kesucian islam, kurang mendalamnya ke-ilmuan dia tentang islam sama sekali bukanlah suatu hambatan atau alasan Prabowo tidak layak menyelamatkan negeri yang mayoritas umat Islam dan agamanya kini tengah terancam dicabik-cabik komunisme, syi'ah dan liberal ?

Kalau Prabowo telah membuka pintu hatinya dengan islam, bukankah para ulama dan tokoh agama dapat mengambil kesempatan dan menyambutnya dengan memperkaya isinya dengan khasanah keislaman ?

Kalau kita banyak melihat mualaf yang awalnya kafir lalu memeluk islam dengan kafah, bukankah Prabowo seharusnya bisa lebih mudah menjadi islam yang kafah jika para ulama justru merangkulnya dan bukan menjauhinya ?

Jika mengikuti alur phobia bahwa Prabowo akan menjadi musuh bagi Islam sekalipun, Prabowo tetap akan menjadi musuh yang jauh lebih ksatria bagi Islam karena sikap hitam-putih dan keprajuritan Prabowo menjadikan ia sebagai musuh yang head to head berhadapan dengan Islam dan umatnya.

Bukan musuh yang dengan kelicikan dan kebusukannya secara pengecut melakukan adu domba dan memecah belah islam dengan menebar berbagai varitas racun, mulai dari racun kemaksiatan, kesyirikan, kemunafikan hingga racun ketauhidan.

Ibarat perang, Prabowo akan menjadi musuh yang secara jantan beradu tembak antar tentara di medan tempur, bukan melempar bom kimia dari atas pesawat yang akan membinasakan secara masal seluruh mahluk tanpa melihat siapa yang akan menjadi korbannya.

Bahwa Prabowo bukan pilihan yang terbaik untuk menyelamatkan umat Islam dan agamanya dari ancaman komunis, liberal dan syi'ah di negeri ini mungkin betul, tapi Prabowo adalah satu-satunya pilihan yang ada saat ini untuk menjadikan keadaan lebih baik dari rezim penguasa saat ini..

Saya bukan pengagum Prabowo, bukan loyalis, apalagi pendukungnya. Saya juga bukan anggota partai Gerindra. Jika ada pilihan yang lebih baik dari Prabowo hari ini atau esok, saya tak akan pilih Prabowo sebagai presiden. Tapi untuk saat ini tidak ada yang lebih baik dari Prabowo .. "

Kawan itu mingken dan bersungut-sungut .. entah apa yang ada dipikirannya saat itu.

*Sumber: fb

Baca juga :