Usamah Hisyam: "Allah yang Akan Menjatuhkan Jokowi”


[PORTAL-ISLAM.ID]  Pertemuan Persaudaraan Alumni 212 dengan presiden di istana Bogor, Ahad 22 April 2018 lalu, masih menjadi pembicaraan hangat banyak kalangan. Sejumlah wartawan menemui Usamah Hisyam di kantornya yang asri Jalan Kedondong, Jagakarsa Jakarta Selatan pada Ahad 29 April 2018 lalu.

Usamah Hisyam, Ketua Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi), adalah inisiator pertemuan itu. Usamah mengaku bahwa sebelum pertemuan itu diadakan, ia pertama kali minta izin kepada Habib Rizieq dan Habib mengizinkan pertemuan Tim 11 Persaudaraan Alumni 212 dengan presiden.

Usamah kemudian mengontak rekan-rekannya. Tapi, yang bisa hadir ternyata hanya enam orang, yaitu : Ustaz Muhammad al Khaththath, Ustaz Shobri Lubis, Ustaz Slamet Maarif, Ustaz Roudl Bahar, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, dan Usamah Hisyam.

Dalam pertemuan itu, Usamah berterus terang menyampaikan banyak hal. Satu diantara yang disampaikannya yang belum diekspos media massa adalah soal syariat Islam. Ia menyampaikan langsung ke presiden bahwa negara ini adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam perpektif Islam itu adalah Laailaaha illallah.

“Umat Islam ingin agar nilai-nilai Islam dalam al Quran dan Sunnah dapat dilaksanakan di Indonesia, Oleh sebab itu kami berpendapat kalau ada kelompok-kelompok lain mengatakan bahwa syariat Islam itu bertentangan dengan Pancasila, syariat islam itu anti NKRI, syariat Islam itu anti toleransi, itu tidak benar,” jelas mantan politisi PPP ini.

Usamah melanjutkan bahwa preambule (mukaddimah) UUD 1945 itu adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Di dalam preambule itu tidak ada Pancasila, yang ada negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dan seterusnya.

“Pancasila itu kan rumusan saja, setelah deklarasi 18 Agustus 1945 disebut Pancasila,” terangnya. Artinya negara ini bukan berdasarkan sekularisme, tapi berdasarkan teologisme (agama), mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Sekulerisme di Barat itu sistem hukumnya tidak mencantumkan ketuhanan. Kalau kita mencantumkan ketuhanan. Nilai-nilai agama harus dilaksanakan. Karena umat Islam, bapak presiden, adalah glongan mayoritas di Indonesia, maka ruang dakwah perlu diperluas. Dakwah itu membangun kebaikan dan mencegah kemungkaran, kami memohon agar kriminalisasi yang terjadi selama ini dituntaskan,” terangnya.

Usamah kemudian menyatakan bahwa Habib Rizieq perlu pulang ke Indonesia, karena ia dirindukan umat. “Ini aspirasi kita, bukan dari Habib Rizieq,” tegas laki-laki kelahiran Surabaya ini.

Usamah mengaku bahwa dalam pertemuannya dengan Habib Rizieq di Mekah, Habib tidak pernah minta dirinya untuk membantu pulang ke Indonesia. Ia mengaku bahwa dirinya telah mendesak Habib agar pulang ke Indonesia.

“Kalau balik ke Indonesia hari ini, ana gak masalah. Ana tidak takut, ana pernah ditahan. Tapi masalahnya ana tidak mau kembali ke Indonesia begitu saja. Kasihan para ulama dan ustaz yang dikriminalisasi,” terang Habib seperti ditirukan Usamah. Habi berharap, kalau dia pulang semua kasus itu telah dituntaskan (dibebaskan). Juga Habib khawatir kalau dirinya pulang nanti ulama dan umat akan marah besar dan terjadi chaos. “Ana mau damai,” kata Habib.

“Ana di sini nyaman-nyaman saja kok. Gak ada kekurangan. Semua bisa ketemu. Tokoh-tokoh dan bisa ratusan orang yang ana terima setiap hari,” terang Usamah menirukan Habib.

Desember 2017 lalu, Usamah mengaku aksesnya ke istana diblokir. Ia tidak bisa menghubungi aspri presiden –penghubungnya ke Jokowi selama ini- lagi.

April lalu, Usamah kembali dapat bertemu kembali dengan orang dalam istana. Usamah akhirnya bertemu empat mata dengan presiden pada 19 April lalu di Istana Merdeka. Ia menyampaikan tentang kriminalisasi ulama yang terjadi, seperti kasus Alfian Tanjung, Jonru, Asma Dewi dan lain-lain. Presiden saat itu menyatakan bahwa Ustadz al Khaththath kan sudah dibebaskan. Akhirnya Usamah menjelaskan tentang ulama atau aktivis-aktivis Islam lain yang masih ditahan.

“Presiden gak terima info. Presiden nggak ngerti gitu itu,” tutur Usamah. Kemudian ia mengusulkan kepada presiden agar bertemu dengan para ulama Tim 11 ini. Usamah ingin agar kriminalisasi ulama distop dan itu ditandai dengan kepulangan Habib ke tanah air. Presiden kemudian menyatakan bahwa ia akan membahas dengan timnya. “Bapak presiden, bapak ambil political will, nggak perlu dibahas,” kata Usamah meyakinkan. Tapi presiden bersikeras bahwa yang membahas ini tim kecil, dan malamnya Usamah akan dikabari.

Malam itu Usamah diberitahu Mensesneg, bahwa presiden berkenan bertemu dan menyatakan bahwa waktunya tidak shalat subuh, tapi siang hari makan siang bersama. Esok paginya, ia menjawab bagaimana kalau diadakan ahad siang 24 April 2018 dimulai dengan salat dhuhur berjamaah. Kemudian akhirnya presiden setuju.

Dalam pertemuan itu, menurut Usamah, presiden didampingi oleh Menseneg dan Teten Masduki. “Saya lihat Teten menulis terus percakapan kita.” Setelah Usamah memperkenalkan satu per satu, mereka akhirnya masing-masing bicara langsung kepada presien. “Jadi tidak ada yang diundang, tidak ada yang mengundang. Saya mempertemukan sebagai inisiator,” jelasnya.

Usamah terus terang bahwa dirinya dipojokkan dan dibully setelah perteman ini. “Saya bukan tipe calo, apa yang mau dicaloin?” terangnya. Ia tidak peduli dengan semua itu. Ia menyatakan bahwa penjelasan Habib Rizieq yang mendukung pertemuan itu sudah cukup (dalam meme).

“Ane ikhlash lillahi taala. Saya ini Ketua Umum Parmusi, ormas besar yang melanjutkan perjuangan Masyumi, reinkarnasi Masyumi, wadah perjuangan umat Islam Indonesia,” jelasnya.

Profil Usamah Hisyam

Laki-laki kelahiran 14 Mei 1963 ini, tadinya berprofesi sebagai wartawan. Ia lama sebagai redaksi di Media Indonesia, menjadi anggota DPR dari Fraksi PPP dan akhirnya menjadi CEO Dharmapena Group, yang kini melahirkan grup Obsession Media.

Ketika kecil dan remaja, ia hidup di kawasan Masjid Mujahidin, Surabaya. Rumah keluarga besar Usamah berada di depan Masjid yang turut dibangun oleh kakeknya, Haji Muhammad Yahya. Sekarang, kepemimpinan Yayasan Masjid Mujahidin Surabaya dipegang paman Usamah, KH Hasyim Yahya.

Selain Masjid Mujahidin, masjid yang pembangunannya dipelopori oleh kakek Usamah adalah Masjid Al Falah Surabaya. “Trio kakek ana, Haji Mattaliti, Haji Abdul Karim, dan Haji Muhammad Yahya, itu yang membangun dua masjid itu,” terangnya.

Usamah mengatakan bila keluarganya adalah keluarga pejuang, bukan pecundang. “Tidak ada sejarah keluarga ana pecundang. Kalau orang menyerang ana, itu jauh. Orang nggak paham siapa Usamah,”terangnya.

Kedekatannya dengan Jokowi, karena Usamah merasa bahwa tugasnya adalah dakwah, termasuk dakwah ke penguasa. Ia mengaku 2014 lalu mengajak Jokowi pergi umroh (bersama KH Hasyim Muzadi) dan mendoakannya menjadi presiden. Tapi melihat kebijakan Jokowi selama menjadi presiden, ia kini berubah. Ia ikut menggerakkan Aksi Bela Islam, menggugat presiden melalui PTUN agar mencopot Ahok sebagai gubernur saat itu, menyampaikan ke presiden agar menghentikan kriminalisasi ulama dan lain-lain. “Ana sudah plong, ana sudah berdakwah ke presiden, agar menghentikan kriminalisasi ulama.”

Ia mengaku nggak minta apa-apa bila bertemu dengan presiden. Termasuk proyek-proyek. “Kalian wartawan gak mau diatur-atur, independen, gak bisa dikendalikan fulus, kalau pedagang bisa dikendalikan dengan fulus, wartawan gak bisa,” jelas laki-laki yang berjiwa wartawan ini.

Ia menceritakan kisah para Nabi dulu yang senantiasa memperingatkan penguasa yang zalim. “Jokowi juga demikian, sudah saya ingatkan. Kalau dia dia tidak mendengarkan masukan dari ulama, Allah yang akan menjatuhkan Jokowi,” pungkasnya.
Baca juga :