Tahun Politik 2019: Musim Bertanam Tebu di Bibir


[PORTAL-ISLAM.ID]  Selama ini di Indonesia hanya dikenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Namun pasca reformasi ada musim baru yang muncul mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Musim baru ini serupa tetapi tidak sama dengan kedua musim yang selama ini kita kenal.

Dikatakan serupa, karena masing-masing bisa membawa berkah dan musibah bagi kehidupan masyarakat. Dikatakan tidak sama, karena musim hujan dan musim kemarau periode waktunya datang setiap tahun walau sudah susah diprediksi. Sementara musim baru ini periode waktunya hanya datang sekali dalam lima tahun.

Musim baru yang dimaksud adalah “Musim bertanam tebu di bibir” yang bisa dipastikan datang sekali dalam lima tahun setiap jelang pemilu. Musim ini sudah mulai terasa sejak awal tahun 2018 yang anginnya terus berhembus melewati batas-batas ruang dan waktu menuju puncaknya pada awal tahun 2019.

Untuk sukses memanen, para penanam tebu di bibir ini sepanjang tahun 2018 akan dipergunakan untuk menjajaki lahan-lahan yang kemungkinan potensial ditanami. Semua sarana pendukung yang memungkinkan sukses bertanam sampai panen raya terus dipersiapkan. Mulai dari benih sampai pupuk unggulan sudah mulai disiapkan untuk ditabur di beberapa lahan saat memasuki puncak musim tanam awal tahun 2019.

Sampai titik ini sahabat-sahabat pembelajar pasti sudah mulai menebak apa yang dimaksud musim bertanam tebu di bibir. Musim bertanam tebu di bibir adalah suatu kondisi di mana beberapa komunitas masyarakat khusunya komunitas orang politik (Parpol) sudah mulai mencoba bermanis mulut dengan bahasa merayu mendekati rakyat menebar benih janji-janji manisnya.

Kita tidak susah menemukan nanti muncul orang-orang yang selama ini jauh dan abai dengan kondisi masyarakat di sekitarnya tiba-tiba berubah menjadi orang yang penuh perhatian. Orang yang selama ini diam, acuh dan tidak mau peduli dengan orang-orang di lingkungannya, tiba-tiba menjadi orang yang murah senyum, gampang berbagi, sok akrab dan menyapa kiri kanan dengan bahasa familiar. Mereka adalah para penanam tebu di bibir yang berharap bisa panen suara pada pemilu 2019.

Menyikapi mulai bermunculannya satu-satu penanam tebuh di bibir ini menuju pemilu 2019, rakyat harus lebih berhati-hati dan jeli melihatnya. Jangan sampai tergoda dan terbuai manisnya janji-janji politik. Jangan ditelan mentah-mentah, karena seperti syair lagu hanya manis di bibir saja, tetapi pahit getir nanti rasanya ketika sudah panen.

Akibatnya rakyat hanya mampu gigit jari lalu berteriak dalam sunyi merenungi nasib “habis manis sepah dibuang”. Setelah bermanis janji, rakyat kemudian dilupakan setelah menang.

Karena itu sekarang saatnya rakyat harus cerdas dan memaknai seruan Filsuf Prancis abad 14 Nicholas de Frand yang mengatakan “Membangun negara dengan penuh kepalsuan dan kebohongan adalah laknat bagi peradaban masa depan negeri”.

Jadi untuk menyelamatkan bangsa dan daerah dari orang-orang yang mengalami obesitas janji manis, maka ingatlah pesan bang napi, waspadalah, waspadalah, waspadalah terhadap orang-orang yang gemar bertanam tebu di bibir setiap jelang pemilu, karena tingkat kebohongannya relatif tinggi.

Jangan pernah simpulkan kebenaran dari harapan janji-janji manis politisi, tetapi simpulkanlah kebenaran dari fakta kebiasaan perilaku mereka jauh-jauh hari sebelumnya.

Sebagaimana yang dikatakan Mahatma Gandhi, “Pikiran seseorang menjadi tindakannya, tindakannya menjadi perilakunya, perilakunya menjadi kebiasaannya”. Itu berarti kebiasaan seseorang akan menjadi kerakternya yang mewarnai dalam proses mentukan sikap.

Sementara kepada penanam tebu di bibir, ingatlah pesan bijak mantan Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt yang mengatakan: “Jika Anda berhasil menipu diri di dalam keremangan fajar, Anda akan ketahuan di bawah sorotan lampu”.

Kalau pesan Theodore Roosevelt ini dikontruksi lebih jauh, dapat dikatakan hati-hatilah para politisi dan pemimpin menyampaikan janji-janji manisnya, karena rakyat telah mengalami pembelajaran politik secara alami untuk menghukum politisi atau pemimpin yang mengalami obesitas janji pada pemilu 2019.

Tidak percaya? Silakan terus bertanam tebu di bibir, lalu bersiaplah gagal panen. Karena lahan-lahan jiwa rakyat pasca reformasi sudah kering kerontang dan retak-retak akibat kemarau kebijakan yang tidak pernah turun berpihak ke jantung mereka.

Rakyat tidak akan lagi membiarkan tumbuh benih janji-janji manis yang di tabur para penanam tebu di bibir. Rakyat sudah jenuh dan cenderung muak menyaksikan melo drama eksen yang diperankan para aktor penanam tebu di bibir yang piawai bersilat lidah mengingkari janji-janji manisnya.

Walau sudah terlalu sering dibohongi dengan janji-janji manis, tetapi rakyat di sudut-sudut kampung terus membatin. Wahai pemimpin yang gemar bertanam tebu di bibir, kami hanya butuh jembatan sederhana untuk bisa dilewati anak-anak kami berjalan kaki pergi menjemput asa di sekolah reoknya yang hampir roboh dimakan usia. Bukan jalan tol yang hanya bisa dilewati dan dinikmati oleh om Baby Bans dan tante Inova.

Penulis: Ruslan Ismail Mage
Baca juga :