MEMBONGKAR Jualan CAP "Intoleransi & Radikalisme" ala SETARA Institute


Oleh: Fahrudin Alwi*
(Ketua LDKN Salam UI 20)

Siang kemarin, 2 November 2017 saya dihubungi seorang rekan media yang memberikan sebuah link berita. Beliau menyampaikan tentang disebutnya nama LDKN Salam UI, DISC (Depok Islamic Study Circle), dan Masjid UI di list lembaga atau Masjid Kampus yang dinilai intoleran.

Intoleransi Diserukan secara Terbuka
http://www.mediaindonesia.com/news/read/130158/intoleransi-diserukan-secara-terbuka/2017-11-02

Sebelumnya, cukup viral juga perbincangan seputar sebuah link media tentang Masjid Kampus yang dinilai menanamkan bibit intoleran.

Setara: Masjid Kompleks & Kampus di Depok Sarang Radikalisme
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20171101195852-20-252835/setara-masjid-kompleks-kampus-di-depok-sarang-radikalisme/

Sebagai mahasiswa UI yang cukup sering beraktivitas di Masjid UI, saya tergelitik dengan pemberitaan di media, juga dengan hasil penelitian Setara Institute. Sangat tergelitik. Setara mengaku menggunakan metode ‘covert indepth interview’. Padahal penelitian akademik (non-intelijen) tidak boleh menggunakan cara ‘covert’ (sembunyi-sembunyi) dalam penelitian, ia harus menjelaskan maksudnya lewat ‘consent form’. ‘Ethical clearance’ dalam penelitian akademik itu penting. Lebih dari itu, dari data 529 masjid dan 927 musalla di Depok, Setara hanya mewawancarai 20 orang. Itupun pihak Masjid UI, DISC, dan Salam UI tidak ada yang diwawancarai. Melihat itu semua, hati kecil ini tergelitik geli untuk share ke pembaca budiman tentang Masjid UI, DISC, dan Salam UI.

• Masjid UI

Ia adalah masjid dengan konsep paham keagamaan yang berlandaskan pemahaman Ahlus Sunnah wal jama'ah dalam koridor Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Adapun seluruh kegiatan dan kajian Masjid UI mengacu pada lima dasar nilai yaitu tafahum (pemahaman ke-Islaman yang komprehensif), tawazun (keseimbangan materialisme dan spiritualisme), tawasuth (moderat), takamul (universal dan holistik), tasamuh (saling menghormati perbedaan). Ini sesuai dengan apa yang disampaikan Humas UI dan Pengurus MUI melalui link berita http://www.mirajnews.com/2017/11/ui-tanggapi-masjid-kampus-sarang-radikalisme-dan-intoleransi.html.

Dari landasan itu, semua kalangan (yang tidak menyimpang - sesuai keputusan MUI) boleh mengadakan aktivitas kebaikan di Masjid UI. Tempo hari ada agenda UI Bershalawat dari kawan-kawan saya di Asyraf UI dan komunitas mahasiswa NU. Beberapa waktu lalu juga Masjid UI dihadiri oleh pengisi dari Pemuda Muhammadiyah. Intoleran dari mana toh, wong adem ayem tentrem ngono iku kok. Perbedaan ada, tapi bukan itu yang ditonjolkan.

• DISC (Depok Islamic Study Circle)

Saya pernah mengikuti agenda DISC meski bukan menjadi anggota aktif. Di sana saya diajarkan pemikiran ulama seperti Fakhruddin Ar-Razi, Ibnu Khaldun, dll. Di DISC, saya juga dikenalkan dengan pemikiran ulama lokal nusantara seperti Hamka dan Natsir. Kalau yang begitu dianggap intoleran, berarti belajar pemikiran ulama lokal nusantara juga dianggap intoleran? Iki pye toh, belajar sama ulama sendiri dibilang intoleran.

• Salam UI

Karena saya diamanahkan berorganisasi di Salam UI, maka saya merasa perlu me-replay apa yang telah dilakukan Salam UI tentang isu radikalisme dan beberapa yang lain.

Pertama, program Salam UI adalah syiar, baik melalui soft movement maupun kajian. Salah satu contoh soft movement adalah Spirit Day: senam pagi yang diikuti oleh masyarakat UI dan warga Jabodetabek. Agenda ini dibuka baik untuk yang berjilbab maupun belum, sudah berkeluarga ataupun masih jomblo.

Kedua, Salam UI bersama UKM Kerohanian se-UI mengadakan peringatan 72 Tahun NKRI

Mahasiswa UI Lintas Agama Bergandengan Tangan Kampanye Kebhinnekaan
https://www.jawapos.com/read/2017/08/17/151631/mahasiswa-ui-lintas-agama-bergandengan-tangan-kampanye-kebhinnekaan

dengan video https://youtu.be/Ki-8k3BrgEw

Selain itu, bersama UKM Kerohanian se-UI diinisiasi KMB UI, kami melakukan UI Peduli. Berbagi sesuatu kepada Ibu Penyapu Jalan di UI. Lihat video https://youtu.be/TcxUgTgo3bU.

Ketiga, terkait tuduhan ujaran kebencian kepada LGBT. Kami memang tidak sepakat dengan LGBT, tapi sungguh kami tidak pernah melakukan ujaran kebencian, bahkan terhadap hal yang kami tidak sepakat di dalamnya.

Lihat sikap Salam UI terkait LGBT: https://news.okezone.com/read/2016/01/26/65/1297269/sikap-salam-ui-tanggapi-gaduh-isu-lgbt.

Keempat, Salam UI bersama Rektor UI membahas tentang radikalisme di UI:
Lawan Radikalisme di Dalam Kampus!
https://www.jawapos.com/read/2017/06/23/139832/lawan-radikalisme-di-dalam-kampus.

Kelima, adanya kesepakatan bersama Salam UI dan KMB UI terkait peristiwa pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai (link bisa dilihat di http://uiupdate.ui.ac.id/content/pernyataan-sikap-bersama).

Keenam, ini adalah tulisan salah seorang pengurus KMB UI, Shierlen Octavia, pasca soft movement Salam UI di Pusgiwa UI (link bisa dilihat di https://timeline.line.me/post/_dULCKw05Eq0xbmKQW_a2fE0AALXfQNTtRC2Vx-Y/1149606770907022354).

Dari tulisan (cukup) panjang di atas, sok mari kita jernihkan hati. Mari berpikir kembali, apakah kajian dengan pengisi NU, Muhammadiyah, dll di Masjid UI adalah intoleran? Atau mengkaji pemikiran ulama lokal nusantara juga intoleran? Atau  melakukan soft movement dengan senam pagi untuk keluarga dan ‘jomblo’ juga intoleran? Atau berkolaborasi dengan semua UKM Kerohanian untuk bersinergi dalam kebaikan juga intoleran?

“… Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…” (QS Al-Maaidah: 8)

__
*Fahrudin Alwi, Ketua LDKN Salam UI 20 (sebelum ada plt), Ketua Puskomnas FSLDK Indonesia 2017-2019.


Baca juga :