Berani "Tendang" Korporasi Swasta dari Balai Kota, Anies Buktikan Bukan "Gubernur Boneka"


by Zeng Wei Jian

Anies Baswedan menutup celah "corporatocracy" dalam pemerintahannya. Dia bisa mandiri menentukan policy (kebijakan). Dia singkirkan peran swasta menggaji "staf-staf" gubernur.

"Corporatocracy" rules artinya sistem ekonomi dan politik dikontrol oleh kepentingan korporasi swasta. "Statecraft" dan prestise Kepala Pemerintahan dilecehkan.

Menurut Jeffrey Sachs, dalam bukunya yang berjudul "The Price of Civilization" (2011), Amerika Serikat adalah negara "corporatocracy". Salah satu ekspresinya adalah peran korporasi sebagai donor (penyandang dana) dalam setiap pemilu.

C. Wright Mills (1950) menyebut Bos-bos korporasi dengan istilah "power elite". Dalam konteks Jakarta, power elite ini bisa mengendalikan gubernur-boneka. Mereka yang menentukan policy (kebijakan). (Dulu tenar istilah "Gubernur Podomoro")

Tampaknya, Anies Baswedan ngerti hal ini dengan baik. Dia tolak intervensi korporasi. Mungkin, dia paham analisa Edmund Phelphs (2010).

Phelphs mengatakan, "the cause of income inequality is not free market capitalism, but instead is the result of the rise of corporatization." (Penyebab ketidaksetaraan pendapatan bukanlah kapitalisme pasar bebas, melainkan akibat bangkitnya Corporatocracy)

Stupid society (masyarakat bodoh) mengira kekayaan para tycoon (konglomerat/Naga), bos-bos mediocre dan OKB merupakan hasil usaha keras. Padahal, seringkali kekayaan itu adalah buah dari "collaborative effort" antara penguasa dan pengusaha.

Pengusaha modalin kampanye dan bikin mesin politik. Bahasa halusnya: "kontributor". In return, sebagai imbalannya penguasa kasi proyek dan rilis regulasi (kebijakan/peraturan) yang mengakomodir kepentingan bisnis si pengusaha. "Donors expect government favors in return," (Para donor mengharapkan bantuan pemerintah sebagai balasannya) kata David Gill (Soft money and Hard Choices).

Bila ini terjadi, artinya, semi-monopolistic system akan berlaku. Perusahaan pesaing akan dimatikan secara legal. Atas dasar favoritisme atau politik balas budi.

Orang seharusnya tidak mempercayai bos yang kaya. Mereka "Money-obsessed creature" (Makhluk yang terobsesi uang). Sistem politik corrupted beri mereka 'far more influence' (pengaruh yang sangat besar). Dari dulu, para capitalist ini nggak ragu-ragu mengadopsi pola praxis de-creative destruction. Karena itu, mereka harus out dari Balai Kota.

Mana ada sih, swasta bayarin operasional antek-antek gubernur dan bikin booth-booth ngepul KTP dukungan untuk politisi karbit for free? Gratis?

--THE END--


Baca juga :