Ustadz ALFIAN TANJUNG di mata Muridnya: Dia Guru Terbaik, Memegang Prisip Seperti Hamka


[PORTAL-ISLAM.ID] Baru mau menghirup udara bebas setelah Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (6/9/2017) kemarin memutus tak bersalah atas ceramahnya tentang PKI yang dikasuskan, Ustdaz Alfian Tanjung langsung digelandang masuk jeruji dengan tuduhan kasus yang lain.

Hari-hari di jeruji penjara akan bertambah panjang setelah sebelumnya selama 3 bulan lebih tokoh "Anti PKI" ini menjalani masa penahanan sejak 30 Mei 2017 lalu.

Ustdaz Alfian Tanjung, seorang aktivis dan da'i militan sebelumnya dikenal sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka (UHAMKA) Jakarta.

Beliau oleh murid-muridnya dikenal memegang kuat prinsip seperti HAMKA.

Berikut testimoni dari salah satu mahasiswanya yang saat ini di Cairo:

"Tidak adakah pertanyaan kalian yang lebih pribadi begitu? semisal pak istrinya berapa?"

Kelas kemudian menderai tawa. akupun memerah, jauh sebelum bertemu dengannya sudah banyak gosip tentangnya. Kelas rasanya tegang, tidak seperti biasanya. sebagian menyebutnya dosen killer, sebagian lagi menyebutnya dosen militan. Yang pasti dia menunjukkan pembedanya dengan sederet peraturan perkuliahan yang tidak sama dengan dosen kebanyakan.

Hanya di jam kuliahnya perempuan-perempuan mengenakan rok rapi layaknya seorang guru, ayat-ayat Al-quran terdengung dilafalkan sebelum perkuliahan, dan buku-buku telah di buka lembaran-lembarannya dibaca, karena takut telunjuk sang dosen akan mengarah kepadanya, ditanya tidak bisa menjawab, terlihat tidak belajar, kemudian dikeluarkan.

Itu kenangan manis awal perkuliahan yang saya ingat 6 atau 7 tahun lalu.

Jika hari ini dia menjadi sorotan karena pembicaraannya yang lantang, tanpa takut, tanpa malu-malu. Begitulah juga saya mengenalnya. Kelas-kelas kami tak jarang berurai air mata, ketakutan, ternganga dengan cerita-cerita perkuliahannya. Kelasnya tak melulu tentang materi yang ada di buku, baginya kami sudah cukup dewasa untuk memahami ilmu, hanya butuh manajemen untuk mendisiplinkan diri. Maka nyatalah cerita kelas kami berganti tentang pasar-pasar yang dibakar, tetang ekonomi kerakyatan yang telah habis oleh kapitalis, tentang konflik-konflik, tentang bahayanya paham komunis, dan topik menarikmu tentang membangun jiwa militansi mempersiapkan diri menjadi seorang muslim yang tangguh.

"Mengabdi itu penting, tapi menguasai perekonomian adalah keharusan".

Tugas-tugas perkuliahan kami diluar nalar, teringat bagaimana kami berkelompok harus menganalisis Perekonomian Islam, tak tanggung-tanggung 500 halaman yang harus kami selesaikan untuk memastikan nilai di KHS itu A.

Dia tahu bahwa 500 halaman yang kami kumpulkan itu belum layak disebut dengan buku, karena copy-paste dimana-mana. Tapi kata-kata pujian ia dengungkan ke adik-adik mahasiswa baru, penyemangat agar mereka pun tidak kalah dengan kami.

Aku malu. Namun kini aku menyadari bukan sebuah karya buku yang ia inginkan sebenarnya dari tugas itu, ia hanya ingin memaksa kami untuk menelisiki buku-buku, bukti-bukti tentang ekonomi islam dengan segala permasalahannya. Hanya dengan demikian puluhan buku tentang Ekonomi Islam masuk ke dalam kepala, dan fakta-fakta tak terbantahkan tentang kedaruratannya masih menohok hingga tersimpan rapi di memory sampai saat ini.

Hari ini namanya bukan lagi terdengar dari pergosipan di ruang perkuliahan, tentang kekileran nya, tentang kemilitannya, tentang prinsip pengajarannya, tapi namanya menghiasi media-media dan time line fB, tentang tuduhan yang sedang ia lawan.

Aku mengelu, akhirnya titik perjuanganmu sama dengan dia, Buya Hamka, nama yang sering kau sebut-sebut dahulu. Meski perjuanganmu masih jauh dari Hamka, namun dengan menghirup aroma jeruji telah samalah engkau dengan beliau.

Menguatlah pak, Buya Hamka menyelesaikan karya terbaiknya tafsir Al Azhar-nya dari sana, pun begitu dirimu. Penjara tidak akan pernah bisa menahan mereka yang hanya tunduk pada Rabb nya.

Bersabarlah, esok atau lusa sejarah akan mencatat dengan baik dalam CV mu, sebagai seorang yang bersuara lantang untuk menyuarakan pemikiran.

Mungkin, bukan pertanyaan berapa istri lagi yang akan kau utarakan di awal perkuliahanmu esok, tapi "Pak sudah pernah dipenjarakankah?".... maka penjara akan menjadi catatan lain yang akan membuat mahasiswamu menganga, kagum, sama seperti aku dahulu.

Aku mengenalmu sebagai guru yang baik, bahkan guru terbaik dalam hidupku, Alfian Tanjung.

Cairo, 7 September 2017

(Shidqul Iltizam Novi)


Baca juga :