KERAS! Said Didu: Kebijakan yang Disesuaikan Dengan Keinginan "Cukong" Bisa Lebih Merugikan Daripada Korupsi


[PORTAL-ISLAM.ID]  Berbicara lantang mengenai pencabutan moratorium Pulau C dan D, Said Didu menyerukan bahwa kebijakan yang disesuaikan dengan keinginan "cukong" bisa lebih merugikan daripada korupsi.

Hal ini dicuitkan Said Didu melalui akun twitternya @saididu.
Kritik keras Said Didu ini mengacu pada kabar akan dicabutnya sanksi administratif atas pengembang pulau C dan D.

Pencabutan moratorium itu ditandai adanya pembangunan jembatan penghubung Pulau C, D dengan Pantai Indah Kapuk.

Seperti dikabarkan sebelumnya, Surat Keputusan pencabutan itu dipastikan Siti akan dikeluarkan paling cepat minggu ini.

"Iya segera, pastinya minggu ini sudah keluar SK sanksi administratifnya kita cabut untuk pulau C dan D," kata Siti di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu, 6 September 2017.

Izin pengelolaan kembali Pulau C dan D itu akan diberikan kepada pihak pengembang yakni PT Kapuk Naga Indah. Hal ini juga menyusul dikeluarkannya sertifikat Hak Guna Bangunan Pulau D oleh Badan Pertanahan Nasional untuk PT KNI.

Pencabutan sanksi administratif untuk Pulau C dan D sendiri kata Siti, telah melalui berbagai petimbangan selama hampir 14 bulan lebih. Pertimbangan itu dilihat dari PT KNI yang menurut dia telah menjalankan semua poin yang diminta lembaganya terkait pembangunan kembali pulau itu.

"Ya kita minta detail urukan pasir dari mana, mereka berikan. Kita minta kajian lingkungannya dibereskan, mereka kerjakan. Kita minta itu sisi pulau dikasih beton, mereka beton. Semuanya dikerjakan. Jadi tidak masalah kan," kata Siti.

Oleh karena itu, Surat Keputusan terkait pencabutan sanksi administrasi itu pun akan langsung diberikan Siti kepada PT KNI sebagai pihak pengembang.

Usai pencabutan sanksi administrasi tersebut resmi diberikan, PT KNI sebagai pengembang diberikan kebebasan untuk mengelola dua Pulau yang berada di pesisir utara Jakarta itu.

Siti sendiri dengan tegas menolak istilah moratorium untuk pengehentian aktivitas pembangunan di pulau-pulau reklamasi pesisir utara Jakarta. Alih-alih moratorium, Siti justru menyebutnya sebagai sanksi administratif kepada pengembang sebagai pengelola pulau.

"Enggak ada, kita tidak pernah itu sebut kena moratorium. Kita sebut itu sanksi administratif. Karena hanya sebagian pulau," kata Siti.

Istilah moratorium sendiri kata dia memang digaungkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebelumnya, yakni Rizal Ramli yang memang menolak tegas terkait pembuatan 17 pulau di pesisir utara Jakarta.

"Iya itu (Rizal Ramli) yang sebut, kalau kita ya bilangnya Sanksi Administrasi, Pak Menko Luhut juga nanti akan kekuarkan SK bersama saya soal pencabutan sanksi itu untuk Pulau C dan D," kata dia.

Pencabutan moratorium ini menyusul terjadinya "mukjizat" berupa penyerahan HGB yang prosesnya berlangsung sangat cepat.

Hal ini ramai dikritik publik karena aroma "memuaskan cukong" sangat kental jejaknya.

Bukan satu dua aktivis yang berteriak lantang, namun pemerintah tetap menutup telinga dan memaksakan kehendak dan melanjutkan proyek reklamasi.

Hal ini semakin membuat publik yakin, ada kepentingan besar para cukong yang mampu membungkam pemerintah.

Jika pemerintah sudah bungkam, jangan harap lagi ada ketegasan dan keadilan dalam berbagai aspek berbangsa dan bernegara.



Baca juga :