DI BALIK PEREBUTAN TAHTA KERAJAAN ARAB SAUDI


Pada tanggal 2 November 1964, Raja Saud bin Abdul Aziz bersama keluarganya beranjak ke Airport, untuk naik pesawat khusus menuju ke Beirut dan kemudian menuju ke pengasingannya di Yunani.

Pengasingannya ke Yunani merupakan keputusan Royal Family setelah dia dilengser dari kursi Raja dan digantikan oleh adiknya Raja Feysal bin Abdul Aziz. Pelengseran ini mendapat restu dari Lembaga Keagamaan Saudi dan intervensi langsung dari Dubes AS di Riyadh saat itu.

Ketika Raja Saud bin Abdul Aziz tiba di Airport, ratusan orang yang terdiri dari para Pangeran, pejabat Negara serta Ulama telah berbaris rapi untuk mengucapkan selamat jalan kepada mantan Raja mereka. Dan di ujung barisan berdiri “musuhnya”, sang Raja baru Feysal bin Abdul Aziz.

Setelah menyalami satu per satu, tibalah giliran Raja lama menyalami Raja baru, Feysal menunduk menyalami Saud dan mencium tangan kakaknya dengan penuh kerendahan diri. Pada saat itu, Raja Saud mengatakan, “Allah yu’inak”, dan Raja Feysal menjawab, “Allah yu’izzak”. Itulah percakapan pendek terakhir antara dua kakak beradik dan juga mantan Raja dengan Raja baru. Kisah ini diabadikan oleh Robert Lacey dalam bukunya “The Kingdom: Arabia and the House of Saud”.

Skenario yang sama terulang kembali ketika Pangeran Muhammad bin Nayef melakukan bai’at terhadap Crown Prince baru yang menggantikan dirinya Muhammad bin Salman, bahkan percakapan antara keduanya hampir sama dengan percakapan yang terjadi di Airport 53 tahun yang lalu. Bin Nayef mengatakan, “A’anakallahu..Ana irtahtu”, Bin Salman menjawab, “Allah Yu’izzak..la nastaghni ‘an taujihatika”. Terjemahan bebasnya kira-kira, “Semoga Allah membantumu, dan sekarang saya sudah bisa istirahat”, dijawab, “Semoga Allah memuliakanmu dan kami selalu membutuhkan wejanganmu”.

Tahun 1964, Raja Saud bin Abdul Aziz tidak bisa menerima pelengserannya begitu saja, dia pergi ke Cairo dan menghimpun kekuatan baru untuk merebut kembali kursi Raja, pada saat itu gerakannya dikenal dengan sebutan “Umara Ahrar”, atau Free Princes. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil karena berbagai sebab yang tidak mungkin kita sebut disini.

Sedangkan pangeran Muhammad bin Nayef hanya memiliki dua pilihan: pertama, dia menerima kondisi yang sudah terjadi dan membai’at Crown Prince yang baru, dengan itu dia akan tenang dan mendapatkan beberapa milyar untuk melanjutkan kehidupannya. Kedua, melawan dengan mengumpulkan pangeran-pengeran yang loyal padanya. Namun, sepertinya Bin Nayef telah memilih pilihan pertama, mengikuti paman kecilnya Muqrin bin Abdul Aziz, dan bukan paman besarnya Raja Saud bin Abdul Aziz.

Pangeran Muhammad bin Nayef adalah Crown Prince kedua yang dilengserkan dalam dua tahun terakhir, sebelumnya pangeran Muqrin bin Abdul Aziz. Ini artinya bahwa rival mereka Muhammad bin Salman telah menang dan mungkin dalam hitungan minggu atau bulan akan dinobatkan sebagai Raja Saudi yang baru.

Setidaknya dengan mendapatkan restu dari 3 pihak, maka perjalanan Muhammad bin Salman akan lancar menuju kursi Raja, yaitu restu AS, restu Royal Family dan restu Lembaga Agama yang dalam hal ini adalah Dewan Ulama Besar (Hai’at Kibar Ulama) di bawah pimpinan clan Al Sheikh. Dan untuk sementara, semuanya sudah didapatkan oleh pangeran Muhammad bin Salman.

Sebenarnya sejak dua tahun terakhir pangeran Muhammad bin Salman sudah menjadi Raja bayangan, dia mulai membentuk kerajaannya sendiri, banyak pangeran muda yang dipilihnya (melalui Raja Salman) untuk menjadi pejabat di berbagai wilayah Saudi. Dan yang terbaru dia memilih adiknya pengeran Khalid bin Salman yang masih berumur 20-an menjadi Duta Besar Saudi yang baru untuk AS.

Banyak tantangan yang akan dihadapi oleh pangeran muda ini, kalau benar informasi bahwa kondisi kesehatan Raja Salman tidak terlalu baik, bisa saja dalam beberapa bulan ke depan sang Raja mengundurkan diri dan anaknya menjadi Raja. Pertanyaannya, siapakah yang akan dijadikan “tangan kanannya” untuk membantunya? Mengingat posisinya sekarang sebagai Deputy PM memegang urusan politik, ekonomi dan militer.

Kondisi sedang tidak perfect saat ini bagi Raja baru, dimana harga minyak juga sedang menurun, serta beberapa perang yang sedang “dikelola” Saudi, krisis dengan Qatar, selain adanya “kemungkinan” bentrok dengan Iran.

Pasca penyerangan parlemen Iran, Iran secara implicit menuduh Saudi dalang dibalik itu, mungkin sebagai Warning Iran telah melepas 1 misil jarak jauhnya ke ISIS di Suriah dan tepat mengenai sasaran. Sepertinya Iran mengatakan “Kalau Saudi mau ngajak perang Iran, Iran siap melayani. Mungkin Iran tidak akan menang melawan sekutu Saudi, tapi Iran bukanlah musuh yang mudah dikalahkan”.

Mungkin, point penting yang saat ini sedang didengung-dengungkan oleh Media pendukung pangeran Muhammad bin Salman adalah ambisinya yang kuat untuk menjadikan Saudi sebagai kekuatan sentral di Timur Tengah melawan hegemoni Iran dan Turki ( off de record Israel). Ambisi seperti itu tidak bisa diwujudkan hanya dengan menyiarkan di media, ataupun dengan menumpuk segala jenis senjata modern, tetapi perlu visi politik dan ekonomi dalam negeri yang jelas serta reformasi social yang nyata.

Hegemoni Iran dan Turki berdiri di atas demokrasi, tatanan kehidupan yang rapi antara berbagai elemen masyarakat, keadilan sosial, adanya parlemen, media yang so far cukup bebas, dan ekonomi yang stabil. Kita tidak menafikan adanya visi “2030” oleh pangeran Salman yang sebenarnya masih bayi kalau tidak mau disebut masih embrio.

Kalau Duta Besar Parker Hart berhasil memberikan solusi konflik tahun 1964 yang memenangkan Raja Feysal bin Abdul Aziz, maka presiden Donald Trump yang telah menyatakan sangat impressed dengan pangeran Muhammad bin Salman sejak pertama kali bertemu (entah karena USD 460 miliar) juga memilik peran besar dalam suksesnya pangeran Muhammad menjadi Crown Prince dan melengserkan pangeran Muhammad bin Nayef. Cuma pertanyaannya, apakah jalan Trump akan mulus sampai akhir periode kepresidenannya mengingat mulai banyak kasus yang diangkat?

Untuk sekarang, biarlah pangeran Muhammad bin Salman larut dalam kebahagiaannya sambil menyambut bai’at para pejabat, royal family, Ulama serta sebagian rakyat Saudi. Apapun bisa terjadi dalam waktu dekat, namun biarlah waktu yang menjawab semuanya.

Selamat Idul Fitri saja buat kita semua, yang belum bayar zakat fitri sudah bisa mulai, dan yang belum menghitung hartanya untuk zakat maal, selamat menghitung….:)

(by Saief Alemdar)


Baca juga :