MUSIK DAN KEJUJURAN DALAM MENYAMPAIKAN ILMU

MUSIK DAN KEJUJURAN DALAM MENYAMPAIKAN ILMU

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara

Saya pribadi, dalam banyak hal, lebih mementingkan kejujuran ilmiah dibandingkan apa pendapat yang kita pilih. Termasuk dalam pembahasan hukum musik. Karena itu, saya mengkritik keras, ketika ada seorang da'i yang memakai nama Imam Asy-Syafi'i dan kitab Al-Umm, untuk membenarkan pendapat yang dia pilih, yaitu halalnya alat musik.

Bukan soal pendapat yang dia pilih, tapi karena caranya mengutip kitab Al-Umm itu keliru, dan jelas kekeliruannya bagi siapapun yang memahami fiqih Syafi'i dengan baik dan memiliki kemampuan memahami kitab turats. Kalau sang da'i memilih pendapat halalnya alat musik, itu pilihannya yang akan dipertanggungjawabkan olehnya, namun itu sama sekali tidak membenarkannya untuk memalingkan perkataan seorang ulama besar, kepada sesuatu yang tidak dimaksudkan dan diinginkan oleh sang ulama besar tersebut. Kalau bicara adab, hal semacam ini lebih layak untuk diperhatikan...

Terbaru, saya ada membaca komentar seorang netizen, yang menyatakan tidak ada perbedaan pendapat tentang bolehnya musik. Bahkan dia menyatakan, salafi (a.k.a. wahhabi) lah yang memelintir dan memotong pendapat ulama imam madzhab. Pernyataannya ini benar-benar "keblinger" dan dungu.

Saya bukan muqallid Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab, jadi saya jelas bukan wahhabi. Namun harus kita akui, ada sekian orang yang menjadikan kata "wahhabi" sebagai monster, dan dijadikan sebagai kambing hitam atas berbagai hal. Termasuk dalam bab ini. Padahal, kalau ada yang bisa baca kitab turats dari berbagai madzhab fiqih yang mu'tabar, pasti mudah menemukan bahwa umumnya mereka menyatakan haramnya alat musik, dengan sekian perincian.

Karena itu, situs PISS-KTB (Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah) yang murni dari kalangan ustadz dan santri nahdhiyyin pun, dengan tegas menyatakan bahwa pendapat yang masyhur dari empat madzhab, menyatakan haramnya alat musik, kecuali jenis alat musik tertentu.

Dulu, seorang tuan guru mu'allim dari daerah kami, Syaikh Nuruddin Marbu, pernah dituduh wahhabi juga, ketika dalam sebuah tayangan video, menyampaikan haramnya alat musik. Padahal, beliau itu syafi'i-asy'ari tulen.

Intinya, yang menimpakan "haramnya alat musik" ini pada wahhabi, dan seakan tidak ada yang berpendapat demikian kecuali wahhabi, maka dipastikan dia telah berdusta dan memanipulasi data.

Bagi yang ingin tahu gambaran besar ikhtilaf dalam perkara ini, beberapa hari lalu, saya pernah menuliskan peta ikhtilafnya secara sangat ringkas. Insyaallah itu sudah cukup membantu kalangan awam.

Terakhir saya coba kutipkan fatwa dari Dar Ifta Yordania tentang musik. Dar Ifta Yordania ini adalah lembaga fatwa resmi negara Yordania, yang secara umum fatwanya mengikuti madzhab Imam Asy-Syafi'i:

الغناء وسماعه بلا آلة موسيقية مباح ما لم يتخذه حرفة له، بشرط أن يكون من رجل لرجال أو من امرأة لنساء مع أمن الفتنة،ويشترط أن تكون كلمات الغناء شرعية، فإن خيف فتنة فحرام قطعاً. والمراد بالفتنة: ما يدعو إلى الوقوع في الفاحشة.أما الغناءمع الآلة المطربة كالعود وسائر المعازف والأوتار والمزمار والشبابة فحرام استعماله واستماعه. والحرمة هنا بسبب حرمة الآلة. وضرب الدف والأناشيد الدينية مباحان في العرس والختان وغيرهما. 

Artinya: 

"Nyanyian dan mendengarkan nyanyian tanpa alat musik, hukumnya mubah, selama hal itu tidak dijadikan sebagai profesi. Dengan syarat, nyanyian itu dilantunkan oleh laki-laki di hadapan sesama laki-laki, atau perempuan di hadapan sesama perempuan, disertai aman dari fitnah. Dan disyaratkan, lirik dari nyanyian tersebut sesuai dengan ketentuan syariat.

Jika dikhawatirkan melahirkan fitnah, maka hukumnya jelas haram. Yang dimaksud dengan 'fitnah' adalah: segala sesuatu yang bisa mengarahkan pada fahisyah (zina dan yang mendekati zina, atau hal-hal keji lainnya).

Adapun nyanyian yang diiringi alat musik, seperti 'uud (semacam gambus), dan berbagai instrumen alat musik (ma'azif), alat musik yang memiliki senar (awtar), mizmar (seruling dan semisalnya), dan syabbabah (sejenis seruling), maka hukumnya haram, baik menggunakan atau mendengarkannya. Keharamannya di sini karena keharaman alatnya.

Sedangkan memukul duff (semacam rebana) dan menyanyikan lagu religi, hukumnya mubah, saat pernikahan, khitan dan semisalnya."

Selesai kutipan.

Tambahan keterangan, menyanyikan lagu religi yang dimaksud, jika dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, bisa dipahami maksudnya adalah lagu religi yang hanya diiringi oleh duff, atau lagu religi tanpa alat musik sama sekali.

Beberapa jenis alat musik yang disebutkan, dalam terjemahan, saya tuliskan transliterasinya, karena mungkin penerjemahannya tidak sepenuhnya presisi, karena jenis alat musik begitu banyak, antar negara bahkan daerah kadang istilah dan penyebutannya berbeda, termasuk dari zaman ke zaman juga ada perbedaan.

Semoga bermanfaat.

(fb)
Baca juga :