𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐀𝐭𝐚𝐮 𝐀𝐬𝐚𝐩?
Di dalam kitāb Genesis 1:1-3 dikisahkan pada awal penciptaan Alam Semesta Tuhan berfirman: "Terciptalah cahaya!", kemudian terciptalah cahaya dan kemudian Tuhan memisahkan cahaya dari kegelapan.
Menurut penelitian para Astro-Fisikawan, penciptaan Alam Semesta dikenal dengan nama "Big Bang Singularity" (Ledakan Besar) yang mana segalanya dimulai dari sebuah "titik singluritas" yang meledak dengan amat sangat hebat dan menciptakan unsur Hidrogen (H) dan Helium (He) – kira-kira 75% H dan 25% He.
Adakah cahaya pada saat itu?
Nope… nggak ada!
Kok "ledakan" bisa nggak ada cahaya?
Well begini…
Matahari kita itu adalah sebuah bintang dengan massa 2x10³⁰kG atau 333.000x massa Bumi (Bumi itu 5,97x10²⁴kG), sementara diameter Matahari itu "hanya" sekira 109x diameter Bumi. Tekanan di inti Matahari itu sekira 250.000.000.000 Atmosphere dengan panas 15,7juta °Kelvin… bayangkan betapa padat dan panasnya inti Matahari itu…!
Saking padatnya (akibat gravitasi massa) maka ketika terjadi reaksi penggabungan inti atom (Thermonuclear Fussion), photon (cahaya) yang terbentuk langsung membentur inti atom lalu terpantul-pantul terus-menerus ke inti atom yang lain…
Perjalanan yang dibutuhkan oleh sebuah photon dari inti Matahari untuk sampai ke permukaan Matahari itu butuh waktu yang sangat lama…
Sekira 40.000 tahun…!
Iya, walaupun jarak dari inti Matahari ke permukaan Matahari "hanya" sekira 640.000kM saja, yang secara pikiran bodoh kita bisa dilewati photon yang kecepatannya 300.000kM /S dalam waktu 2 detik lebih sedikit, ternyata butuh waktu 40.000 tahun menurut teori Random Walk yang diyakini oleh para Astro-Fisikawan.
Jadi cahaya yang kita lihat sekarang di pagi hari ini, terbentuknya sekira 40.000 tahun lalu plus 8 menit (waktu perjalanan dari permukaan Matahari ke Bumi).
Maka hal itu pulalah yang terjadi di awal penciptaan Alam Semesta, TIDAK ADA cahaya langsung setelah kejadian Big Bang itu.
Cahaya baru "tampak" sekira 240.000 s/d 300.000 tahun setelah Big Bang, disebabkan padatnya massa dari kabut Hidrogen dan Helium setelah Big Bang itu.
Sekarang, lihatlah bagaimana al-Qur-ān mengisahkan tentang awal kejadian Alam Semesta…
Kata Allōh ﷻ di dalam firman-Nya mengisahkan:
ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan Langit, dan Langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada Bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka rela atau dengan terpaksa!". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka rela.".” [QS Fuṣṣilat (41) ayat 11].
Perhatikan kata "دُخَانٌ" (arti: asap)… kabut asap…
Bisa relate…?
Allōh ﷻ sama sekali tidak menyebutkan "cahaya" yang tercipta pertama kali, akan tetapi semuanya (Langit dan Bumi) hanyalah "asap" saja…
Pertanyaannya: mungkinkah informasi seperti ini bisa diada-adakan oleh seorang laki-laki mulia sederhana yang buta huruf yang berasal dari kota kecil di tengah padang pasir lebih dari 1.400 tahun?
Padahal, ide Big Bang itu baru dicetuskan oleh Astronom George Lemaître di tahun 1927 dan disempurnakan oleh Astro-Fisikawan Roger Penrose & Stephen Hawking di Dekade 80an.
Inilah bukti al-Qur-ān hanyalah untuk orang-orang yang berpikir lurus, baik yang pikirannya sederhana semisal hamba sahaya, hingga jenius kelas Dunia semisal Einstein atau Hawking. Semua jika memakai àql yang lurus membaca al-Qur-ān, pasti akan menemukan kebenaran al-Qur-ān tanpa ada cacat walau hanya 1 huruf.
ٱلله أكبر ولله ٱلحمد
Demikian, semoga bermanfaat.
هَدَانَا ٱللهُ وَإِيَّاكُمُ أَجْمَعِينَ
(Oleh: Arsyad Syahrial)