Imam al Ghazali di-"sebagian" hadistnya tanpa sanad, artinya langsung disahihkan (didapat) oleh Rasulullah. Kenapa bisa demikian?
Yang menjadi kelemahan setan dan jin tidak bisa menyerupai Rasulullah:
من رآني في المنام فقد رآني فإن الشيطان بي
“Barangsiapa yg melihatku dalam tidurnya, sungguh dia telah benar² melihatku sebab setan tidak dapat menyerupaiku. (Hr Bukhari).
Dalam riwayat lain dengan redaksi kalimat:
من رآني في المنام فسيراني في اليقظة
“Barangsiapa yg melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar...”.
Tentu orang² pilihan-lah yang bisa bertemu Rasullah meski dalam mimpi, salah satunya adalah imam al Ghazali "Hujjatul Islam" .
Kenapa Imam Ghazali bergelar Hujjatul Islam?
Karena beliau punya jasa yang amat besar dalam memberikan argumen (hujjah) baik lewat dalil akal atau naql. Keduanya berjalin rapi dan saling menguatkan ibarat simpul² temali yang terikat dengan benar. Hujjahnya mengalahkan sekian argumen banyak kalangan, termasuk argumen para filosuf sekuler anti Tuhan.
Singkatnya Hujjatul Islam gelar kepada ulama yang berjasa mempertahankan prinsip² Islam dengan argumen yang sulit dipatahkan lawan.
Selain mengusai kitab² Musnad imam Syafei, Sahih Bukhari, Muslim, sunnan Abu Daud, Tirmidzi dll... al Ghazali juga banyak menuliskan ratusan hadist dalam kitab² karya beliau baik dalam Ihya Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, al Munqidz minadh Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan), Tahafutul Falasifah (Kerancuan Filsafat), Jawahirul Qur’an (Mutiara² al Qur’an), Mizanul ‘Amal (Timbangan Amal) dll...
Dalam karya² nya al Ghazali memasukkan hadist² dalam derajat "Ahad, Dhoif, bahkan tuduhan memasukkan hadist palsu.
Tentu tuduhan orang² anti tasawwuf yang dialamatkan kepada beliau hanya tuduhan tak lebih "recehan".
Apa mereka para pencela mengira bahwa iman Ghazali "luput" mengetahui hadist:
.إنّ كذبا علي ليس كَكذب على أحد، فمن كذب عليّ متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas seseorang (selainku), Siapa yg berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (Hr Bukhari, Muslim)
Dalam kitab² ulama masyhur banyak sekali dijelaskan pengalaman para ahlul sufi yg menggambarkan pengalaman mistisnya menjumpai Rasulullah.
Sebagai contoh, Imam Ghazali ditanya.
"Mengapa engkau sering mengutip hadist² ahad (tidak populer) di dalam kitab Ihya' 'Ulumid Din?"
Ia menjawab, "Saya tidak pernah menulis satu hadis di dalam buku ini sebelum saya konfirmasikan kepada Rasulullah."
Padahal, Rasulullah wafat pada 632 M dan Al Ghazali wafat tahun 1111 M, selisih 479 tahun.
Artinya "intensitas" pertemuan beliau dengan Baginda Nabi saw kerap tejadi.
Dalam sebuah majelis ilmu, imam Ghazali ‘disidang’ para ulama Baghdad. Pasalnya, al Ghazali seringkali dituduh mengutip sejumlah hadits yang dinilai dla’if (lemah). Bahkan memasukkan hadits-hadits maudhu’ (palsu) dalam beberapa karyanya.
“Kenapa anda berbuat demikian?” tanya seorang ulama menghakimi.
Imam Ghazali yang dijuluki Hujjatul Islam itu menjawab dengan tenang:
“Para ulama yang mulia, saya menyeleksi hadits menggunakan cara yang berbeda dengan Anda semua. Cara saya hanya dengan mencium hadits tersebut. Jika tercium semerbak wangi, maka hadits itu shahih. Sebaliknya, jika tidak tercium harum, maka hadits itu dla’if atau maudhu’. Inilah yang disebut dengan thariqah al-mukasyafah (metode penyingkapan metafisika).” Para ulama yang ada di majelis itu pun terkagum.
(Nashaaihul ‘ibad, Imam Nawawi Bantani).
والله اعلم
=Musa Muhammad=