[Catatan Agustinus Edy Kristianto]
Mochtar Riady dalam "Manusia Ide" (Kompas, 2016. Hlm. 61) mengutip kata bijak Tiongkok: "Anak kecil bicara tentang hari esok. Kaum muda bicara soal hari ini. Orang tua cerita mengenai peristiwa kemarin."
Dalam bukunya, pendiri Grup Lippo itu juga mengulang-ulang penekanan tentang pentingnya KEPERCAYAAN dalam bisnis dan prinsipnya untuk memisahkan antara dunia pengusaha dan penguasa.
Soal BLBI, yang berita penyitaan asetnya sedang ramai namun dibantah oleh pihak Lippo, ia menulis besar-besar 1 halaman khusus (Hlm. 233): "LippoBank adalah satu-satunya bank yang tidak mengambil bantuan BLBI berkat pengalaman pahit serangan rush tahun 1995 dan kebijakan perampingan LippoBank untuk meningkatkan daya tahan dan mengantisipasi serangan yang tak terduga."
Saya kaum muda maka saya bicara hari ini. Juga soal kepercayaan. Pun tentang pemisahan dengan kekuasaan.
Tapi sebelum melangkah jauh, sebagai penyeimbang, saya sarankan Anda baca juga buku mungil "The Lippo Way: Senin sampai Jumat Bohongi Orang, Sabtu-Minggu Bohongi Tuhan." Penulisnya pakai nama samaran: John.
Anda bisa baca sisi kelam bisnis Lippo di situ: bagaimana mencaplok bisnis rekan, goreng saham, mengakuisisi tanah, urusan utang-piutang, hingga kematian.
Bisa Anda simak kisah tentang Kemang Village (Maria Korompis), Matahari Dept. Store (Hari Darmawan), Super Mall Karawaci, Lippo Carita, Great River Garment (Sukanto Tanujaya), Suara Pembaruan (keluarga Soedarjo), Hypermart, Astro (Ananda Krisnan), Haji Hasjim Ning (pemilik Bank Perniagaan Indonesia/BPI), Batik Keris (Handiman Tjokosaputro), Cipta Dana Sekuritas (Irene Maya Hambali), UPH (Johannes Oentoro), hingga Bank Bali (Djaja Ramli dkk).
Hormat dan simpati saya untuk mereka yang telah berpulang. Dan hilang!
Kisah BCA tidak ada di buku "The Lippo Way". Tapi di "Manusia Ide" diceritakan panjang lebar di Episode 20 Tahun Ketiga (1971-1990): Masa Pengembangan Usaha dalam Era Globalisasi Ekonomi. Masalah mengapa sekarang hubungan agak renggang dengan BCA, kita tanya rumput yang bergoyang saja. Itu mungkin urusan sangat pribadi dan menyangkut kehormatan keluarga.
Itu semua cerita panjang dan rumit. Sebenarnya tidak penting Lippo berkata "tidak sepeser pun terima BLBI". Yang penting adalah apa yang dicatat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020 mengenai piutang yang timbul dari pemberian BLBI sebesar Rp102,37 triliun balik semua ke negara. Meskipun saya dengar desas-desus beberapa tokoh/pejabat mulai menawarkan 'jasa' supaya menghambat upaya itu. Mereka cari olahan semasa pandemi. Lumayan!
Bagi orang biasa nan rebahan seperti kebanyakan kita, jangan terjebak drama. Nanti teralihkan dengan debat tidak perlu mengenai perbedaan istilah "obligor" dan "debitur". Apapun namanya, utang ujungnya. Anda mau sewa akademisi dari Saturnus sekalipun tetap utang.
Tapi mengenai kepercayaan itu penting. Karena pimpinan Grup Lippo saya dengar religus iman Kristianinya, saya kutipkan dari Alkitab: "...manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1Samuel 16:7).
Biarkan waktu yang menguji semuanya.
Tapi kenyataan hari ini juga penting. Saya dibohongi Ruangguru. Ruangguru milik Lippo melalui PT Multipolar Tbk. (MLPL). Agustus 2020 berjanji menyumbangkan 100% pendapatan Prakerja untuk korban Covid-19. Saat itu saya apresiasi di status karena itu bentuk kebaikan. Dimuatlah ucapan saya dari status Facebook di berbagai media termasuk BeritaSatu (Lippo Group).
Masalahnya sampai hari ini zonk. Padahal saya sudah hitung per bulan itu minimal Rp150-an miliar bisa disumbang. Padahal saya sudah tulis bahwa Rp2,5 triliun komisi platform digital sudah cair Maret-April 2021.
Malu saya sedunia. Mana pembuktian kutipan bijak "Manusia Ide" soal kejujuran dan kepercayaan?
Presiden Jokowi, saya minta bagian Rp1 triliun dari nilai Rp5 triliun aset yang disebut punya Lippo itu. Kita bagikan buat korban Covid-19. Terutama anak yatim-piatu yang orang tuanya meninggal. Kita buat Facebook Live penyerahan Rp1 triliun itu ke Mensos.
Itu hak orang miskin dan anak yatim-piatu!
Hal berikutnya, penting untuk menonton terus kisah penyitaan aset-aset BLBI ini. Tapi jangan masuk ke dramanya. Jangan mudah gumunan juga. Sekali kita gumunan (mudah kagum), mental kita down, kita lengah, rusak pandangan kita dan mudah dimanfaatkan oleh orang yang berkuasa dan berduit.
Kita sudah tahu darimana sumber utama akumulasi aset mereka, bagaimana jejaring politiknya, bagaimana sikut-sikutannya, bagaimana memermak wajah baik di media... Lalu buat apa kita gumunan dan mudah jatuh hati. Pelajaran yang bisa diambil dari kisah perjalanan bisnis mereka adalah gumunan melemahkan kita. Anda dijamu semewah mungkin, dijemput pakai helikopter, naik Rolls-Royce... Selebihnya Anda bisa baca Lippo Way itu.
Saya dukung perburuan aset negara yang diambil oleh orang-orang itu semua di masa lalu. Mau siapa orangnya, terserah. Yang penting kembali utuh berikut bunganya.
Bukan cuma sekadar hangat-hangat tahi ayam diliput media, tapi perlu juga ditelisik kualitas aset dan kepemilikannya sekarang.
BCA disuntik pemerintah lalu sehat, mengapa sekarang kembali ke pemilik lamanya? (menikmati tax amnesty pula); BDNI disuntik lalu aset diserahkan (saham perusahaan), mengapa sekarang jadi milik mereka lagi? (dalam sidang kasus Syafruddin Temenggung jelas diakui kok Denham itu punyanya siapa sebenarnya). Begitu juga Bakrie Grup serahkan PT Catur Swasakti Perkasa ke BPPN, kenapa sekarang kembali ke situ lagi jadi PT Bakrie Swasakti Utama (Bakrieland)?
Kenapa juga pada ramai-ramai sembunyikan barang di Singapura?
Masalah klasiknya adalah politik butuh logistik. Politisi minta logistik ke yang berduit supaya memenangi pemilu. Yang berduit kasih logistik untuk membeli proteksi politik. Duitnya dari hasil BLBI dsb.
Muter-muter begitu terus!
Terakhir saya kutip lagi dari "Manusia Ide": "... musuh utama kepercayaan adalah gosip dan fitnah."
Dan saya pastikan apa yang saya katakan bukan gosip maupun fitnah.
Ada bukti. Ada fakta.
Salam Manusia Ide.
(Agustinus Edy Kristianto)