[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah di dua lembaga berbeda, yaitu Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Badan Riset Inovasi dan Nasional (BRIN).
Keberadaan Megawati di BRIN itu memicu kritik karena seharusnya BRIN digawangi para ilmuwan yang jelas rekam akademiknya, bukan tokoh politik.
Pengamat Kebijakan Politik, Agus Pambagio, menilai tidak sepantasnya ada tokoh politik yang diberikan jabatan dalam kelembagaan seperti BRIN.
"Jadi gini loh, saya berharap bahwa BRIN ini jangan dipolitisasi jangan dipakai untuk urusan politis," kata Agus, Jumat (30/4/2021).
Dia menegaskan BRIN merupakan lembaga kumpulan para ahli, profesor yang memiliki pengalaman di bidang riset dan inovasi. Sehingga, jika posisi Dewan Pengarah dijabat oleh tokoh politik, maka bisa membuat BRIN tak berkembang.
"Ketua dewan pengarahnya politisi, siapa pun dia, saya tak hanya mengarah pada Megawati, itu susah tidak akan pernah maju menurut saya," kata Agus Pambagio.
"Karena pola pikir politisi dengan ilmuwan berbeda 360 derajat. Nah, sekarang mau diapain BRIN ini organisasi politik atau organisasi pengembangan iptek," tambahnya.
Dia berharap Megawati juga menyadari posisinya sebagai tokoh politik tak mencampuri urusan di BRIN yang diharapkan dapat membuat lompatan signifikan soal riset dan inovasi di Indonesia.
"Itu konsentrasi dia sebagai politisi jangan ke yang lain-lainnya. Kan ngurus politik kan susah," ujarnya.
"Kan bagaimana, saya misalnya ketua partai, ya pasti kepentingan partai diutamakan. Orangnya kek, jaringannya kek. Tapi pokoknya siapa pun dia (yang menangani BRIN), jangan politisi. Terlepas mau Megawati atau siapa itu. Harus ilmuwan," tegasnya.
Sebelumnya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menjelaskan keberadaan Megawati terkait dengan ideologi Pancasila yang harus melekat dalam kegiatan riset dan inovasi.
Menurut Laksana, pengetahuan dan riset tidak memiliki batas. Karena itu, agar riset dan pengetahuan tidak melebar dari ideologi Pancasila, maka dibutuhkan Dewan Pengarah dalam tubuh BRIN.
"Riset dan pengetahuan ini bisa ke mana-mana. Misalnya bisa bikin bom nuklir atau kloning manusia. Dalam konteks untuk menjaga supaya pengetahuan ini tidak keluar dari ideologi Pancasila, makanya ada Dewan Pengarah yang dalam konteks itu adalah turut menjaga dari sisi eksternal," kata Laksana kepada kumparan di kantor LIPI, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).
Laksana mencontohkan, peneliti biasanya karena terlalu menikmati riset, suka melupakan apakah objek penelitian tersebut telah melebar atau tidak dari ideologi Pancasila.
(Sumber: Kumparan)