[PORTAL-ISLAM.ID] Pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan di tengah wabah virus corona atau Covid-19. Terlebih setelah pemberlakuan darurat kesehatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah dikeluarkan Presiden Joko Widodo hari ini.
Salah satu yang harus diwaspadai adalah wacana penerapan darurat sipil. Menurut Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun, narasi tersebut seakan memiliki makna bahwa Presiden Jokowi telah kehilangan dukungan parlemen.
"Dari analisis narasi di area publik, Jokowi sudah mulai ada indikasi kehilangan dukungan parlemen. Buktinya dari pernyataan mayoritas elite DPR RI menginginkan karantina wilayah. Bahkan Ketua MPR, Bambang Soesatyo yang dari Golkar dan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu juga menginginkan karantina wilayah," ucap Ubedilah Badrun, Selasa 31 Maret 2020.
Namun di tengah penolakan, Presiden Jokowi masih bersikukuh menyiapkan opsi darurat sipil bila kondisi sudah tak memungkinkan, atau dalam istilah yang dipakai presiden abnormal.
"Mengapa Jokowi menolak usul partai pendukungnya sendiri? Jokowi terjebak oleh imajinasinya tentang infrastruktur. Ia mengedepankan pembangunan infrastruktur jalan terus daripada menolong nyawa rakyat yang terus berjatuhan," tegas Ubedilah.
Melihat kecenderungan presiden, analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menilai cara berfikir Jokowi bukanlah seorang negarawan.
"Itu bukan cara berfikir negarawan. Dalam situasi saat ini yang dibutuhkan Indonesia adalah negarawan," tegas Ubedilah. "Darurat sipil itu langkah yang keliru. Saya meyakini mayoritas anggota DPR RI menolak keputusan darurat sipil. Dan ini artinya dengan darurat sipil, kekuasaan Jokowi terancam," pungkasnya.
Sumber: RMOL