Oleh: Naniek S Deyang
(Wartawan senior, Aktivis)
Bicara Jiwasraya, setiap hari sebetulnya saya seperti menelan ludah pahit. Praktek pembelian saham gorengan untuk alasan investasi, sebetulnya bukan hanya terjadi pada Jiwasraya. Tapi di lembaga-lembaga dimana rakyat mengumpulkan dananya, seperti Dana Pensiun milik perusahaan-perusahaan BUMN, Jamsostek (sekarang namanya BPJS Ketenagakerjaan), dll juga terjadi.
Kasus seperti Jiwasraya ini sebetulnya sudah lama terjadi. Hanya yang sekarang ini besarnya duit yang amblas kelewatan (Rp 13,7 Triliun).
Coba tengok dulu jaman Orba ada Menaker yang meraibkan duit Jamsostek hingga 700 miliar...eh menterinya melenggang aman-aman saja.
Di kasus lain pencolengan dana Jamsostek juga terjadi dan buntutnya Dirut Jamsostek yang dipenjara, karena dianggap tidak prudent (hati-hati) naruh duit untuk berinvestasi.
Di era Pak Jokowi yang pertama ada pengusaha Edward Soeryadjaya yang sekarang divonis 12,5 tahun penjara. Dan sekarang dia ditahan di Kejaksaan (tapi sering alasan sakit jadi bisa di RS). Edward dinyatakan bersalah karena melakukan kong kalikong dengan direksi pengelola Dana Pensiun Pertamina. Dimana uang milik Dana Pensiun Pertamina sebesar 600 miliar lebih ini raib setelah diinvestasikan untuk membeli saham perusahaan milik Edward yang ternyata harga sahamnya naik karena "digoreng".
Ini kasus kejahatan ekonomi agak berat teorinya ya teman-teman, gimana saya cara nulisnya ya. Ini musti dijelaskan satu per satu dari awal. Padahal Anda juga akan capai bacanya. Kalau dah gini bawaannya pengin punya channel youtube aja biar tinggal ngomong.😁😁
Begini ya, perusahaan-perusahaan pengelola duit rakyat seperti Dana Pensiun milik perusahaan BUMN, Asuransi (BUMN), Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan), itu setiap hari sudah di-mapping sama konglomerat atau para Taipan untuk dikeruk duitnya dengan alat perusahaannya yang go public di pasar modal.
Para Taipan ini melobi oknum pejabat OJK (Otoritas Jasa Keuangan), oknum pejabat Kementerian BUMN, dan oknum pejabat Kementerian Keuangan, agar duit-duit rakyat yang ada di lembaga pengelola dana pensiun, perusahaan asuransi negara/BUMN, diberikan izin membeli saham-saham perusahaan mereka (milik para Taipan) yang go public, sebagai bentuk investasi.
Para Taipan kemudian mendekati partai-partai penguasa untuk mem-back up keputusan oknum OJK, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan. Dengan janji setoran dong..
Langkah berikutnya Taipan akan mendekati para direksi pengelola Dana Pensiun BUMN, Perusahaan Asuransi, BPJS Ketenagakerjaan dll pokoknya perusahan BUMN yang ada duit rakyat ngumpul.
Dengan janji return tinggi (sambil direksi disogok tentunya), para direksi tadi kemudian setuju mengatur portofolio uang yang mereka kelola untuk diinvestasi di saham perusahan-perusahaan para Taipan yang dibuat kinclong laporan keuangannya padahal ancurrrrrr.
Setelah barisan bawah semua aman, maka para cecunguk setan belang pengatur pencolengan duit rakyat tadi menghadap atau mengompori Menteri BUMN, agar diizinkan perusahan-perusahaan pengelola dana di bawah Kementerian BUMN tersebut melakukan investasi dengan pembelian saham di perusahaan para Taipan, dengan iming-iming returnnya akan luar biasa, karena perusaahan para Taipan itu termasuk yang sehat di lantai bursa dan harga sahamnya naik terus (padahal kenaikkan juga direkayasa atau istilahnya digoreng).
Nah demikian singkatnya bagaimana duit-duit Dana Pensiun, Perusahan Asuransi ( BUMN), dll pada raib, termasuk dana Asuransi Jiwasraya.
Jadi Pak Jokowi cq Jaksa Agung kalau mau serius nangani kasus Jiwasraya, tinggal periksa para direksi Jiwasraya, para Taipan yang sahamnya dibeli dengan duit Jiwasraya, oknum OJK, oknum pejabat Kementerian BUMN, dan mohon maaf ya Menterinya BUMN-nya pada saat investasi terjadi perlu juga diperiksa.
Sekedar info MASTERMIND dari modus penggarongan duit rakyat itu biasanya oknum pejabat, dan biasanya tidak akan tersentuh hukum karena dilindungi Partai dan para Tokoh. Karena si Mastermind inilah yang akan mengatur pembagian hasil duit rampokan.
Masalahnya kalau menyangkut ada tokoh dan partai yang terlibat, mampu nggak aparat hukum menegakkan keadilannya?
(Sumber: fb)