Berbeda dengan Kapolri, Mantan Kepala Intel TNI: Terorisme Bisa Diberantas Tanpa Menunggu Revisi UU


[PORTAL-ISLAM.ID] Jakarta –  Rentetan kejadian aksi serangan teror bunuh diri telah terjadi, berbagai ledakan bom dalam kurun waktu kurang lebih 25 jam di Jawa Timur. Sampai saat ini, ada 5 kali ledakan yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo.

Untuk membedah topik ini Team Redaksi jurnalpatrolinews.com, ingin lebih mendalami secara gradual dari pendapat Laksda TNI (PURN) Soleman B. Ponto, ST, MH, Kepala BAIS (KABAIS) TNI Tahun 2011-2013, dalam wawancara eksklusif dikediamannya, Selasa (15/5/18).

Mantan Kepala Intel TNI ini berbeda pandangan dengan Kapolri Tito dalam penanganan dan pemberantasan Terorisme.

JP : Aksi teror bom beruntun di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur merupakan eskalasi aksi teror setelah insiden Mako Brimob awal pekan ini, hal ini menjadi sebuah ketakutan dan kekhwatiran di masyarakat bahkan tidak menutup kemungkinan aksi teror ini akan terjadi lagi didaerah-daerah lain di Indonesia, bagaimana menurut pendapat Bapak laksamana akan hal ini ?

Pontoh : Bisa saja hal itu terjadi. Apalagi mulai tahun 2018, akan ada pilkada, Asian Games 2018 di Jakarta – Palembang dan Pilpers di tahun 2019. Jadi antara tahun 2018-2020, adalah tahun panas, dimana aksi teror dapat saja terjadi lagi.

JP : Menurut Kapolri dalam keterangan Persnya bahwa keterlibatan kelompok jaringan Jamaah Anshort Daulah (JAD) ada dibalik serangan sporadis yang terajadi di Surabaya saat ini, bisa dijelaskan strategi teror yang masiv dan terencana oleh kelompok ini ?

Pontoh : Saya tidak tahu banyak tentang kelompok ini.

JP : Kita ketahui kejadian insiden kerusuhan di Mako Brimob justru awal pemicu Sel-sel JAD yang tertidur ‘mulai bangkit’ dengan sangat reaktif dan membuat aparat kepolisian dianggap kecolongan dengan pristiwa Bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya, bagaimana pendapat Pak Laksamana ?

Pontoh : Dengan diumumkannya ada 145 orang tahanan teroris, membuat rasa solidaritas mereka meningkat. Mereka lakukan aksi teror untuk menyatakan kepada dunia bahwa mereka masih ada.

JP : Satu hal yang baru serangan bom di tiga gereja Surabaya dan Mapolrestabes Surabaya, para Pelaku bom bunuh diri adalah perempuan yang membawa anak-anaknya, apakah perubahan besar dalam peta aksi  strategi teror ini untuk menunjukan dan mengelabui kepada pihak keamanan dengan kemampuan apa pun yang ada target utamanya tetap otoritas keamanan, bagaimana menurut Bapak ?

Pontoh : Membawa dan menggunakan anak dalam aksi teror baru kali ini terjadi. Mereka menggunakan anak ini sebagai samaran, agar apa yang akan mereka lakukan tidak diketahui oleh orang lain. Target utama masih aparat keamanan, dalam hal ini Polri, karena Polri yang bersentuhan langsung dengan mereka.

JP : Badan Intelijen Nasional (BIN)  meyakini bahwa kelompok JAD berada di balik aksi teror, Sebagai mantan Kabais 2011-2013 dimana pihak intelijen sudah mengetahui akan kelompok teror ini namun mereka kecolongan akan aksi teror lanjutan yang kemaren pagi  melakukan serangan ke Markas Poltabes Surabaya,bisa Bapak Laksamana jelaskan ?

Pontoh : Sepengetahuan saya, yang meyakini kelompok JAD ada dibalik aksi teror itu adalah Kapolri. Saya sendiri belum tahu siapa yang ada dibalik serangan itu. Karena para teroris itu dapat saja melakukan serangan walaupun tidak termasuk dalam kelompok teroris manapun. Perkembangan teroris sekarang menuju ke arah tanpa kelompok, dan tanpa pimpinan. Solidaritas mereka sudah bisa terbangun tanpa harus ada pimpinannya. Tapi cukup dengan apa yang dapat disampaikan media sosial lewat WA grup saja.

JP : Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pihaknya saat ini sedang memburu pimpinan satu keluarga yang disebut sebagai “ideologi utama” dalam serangkaian serangan teror di Surabaya dan sekitarnya, Apakah dengan  menangkap pimpinan aktor “Ideologi Utama” akan meredam aksi aksi serangan teror di Surabaya, bisa Bapak jelaskan ?

Pontoh : Sama sekali tidak, serangan teror tidak bisa diredam hanya dengan menangkap aktor Ideologi Utama. Serangan aparat teroris hanya dapat diredam dengan melakukan OPERASI INTELIJEN.

JP : Menurut Pak Laksamana bahwa serangan teroris hanya dapat diredam dengan Operasi Intelijen.  MOHON DIJELASKAN?

Pontoh : Undang-undang itu punya keterbatasan, yaitu sangat kaku. Undang-Undang pada dasarnya hanya dapat digunakan untuk perbuatan yang sudah dilakukan oleh pelaku. Dalam kasus teroris misalnya, Undang-undang itu hanya bisa diterapkan SETELAH BOM ITU MELEDAK. Undang-undang itu hanya bisa dipakai untuk MENGHUKUM dan MENANGKAP para pelaku yang tersangkut pada perbuatan peledakan bom saat itu saja. Pertanyaannya, bagaimana dengan orang-orang yang masih punya RENCANA untuk meledakan bom lagi???

Saya bisa pastikan, sepanjang Undang-undang itu dibuat berdasarkan kaidah-kaidah hukum, maka TIDAK AKAN ADA UNDANG-UNDANG yang dapat menjangkau para perencana serangan teror.  Demikian juga, Revisi Undang-Undang Teroris yang sedang dibuat saat ini, TIDAK PERNAH AKAN BISA MENJANGKAU PARA PERENCANA SERANGAN TEROR. Dengan demikian apabila HANYA bertumpu pada Revisi UNDANG-UNDANG yang sedang dibuat saat ini, SERANGAN TERORIS PASTI AKAN TERJADI LAGI.

Para perencana serangan teror ini HANYA BISA DIJANGKAU OLEH OPERASI INTELIJEN. Tanpa operasi intelijen, para teroris akan tetap hidup subur di Indonesia.

Operasi Intelijen sangat erat dengan kehidupan militer. Karena dalam menghadapi musuh, setiap pasukan yang bertempur TIDAK AKAN MENUNGGU SERANGAN ITU TERJADI LEBIH DULU, baru kemudian membalas serangan itu. Akan tetapi, setiap pasukan pasti akan berupaya MENYERANG TERLEBIH DAHULU. Untuk itu lah maka setiap pasukan militer dimana saja, PASTI SELALU AKAN MENCARI DIMANA POSISI MUSUH, digunungkah, dilembahkah, APA SENJATANYA, BAGAIMANA CUACA, hujankah, panas terikkah, salju kah, bagaimana MEDAN YANG AKAN DILALUI, terbuka kah, tertutup pohonkah. Untuk mencari data itu SUDAH PASTI MEREKA HARUS melakukanya SECARA TERSEMBUNYI. Kalau ketahuan musuhnya, para pencari data itu pasti akan ditangkap. KEGIATAN MENCARI DATA INI YANG BIASANYA DISEBUT DENGAN OPERASI INTELIJEN. Jadi, bagi militer, OPERASI INTELIJEN ITU bagaikan makanan sehari-hari.

JP : Sebagai Pertanyaan penutup bisa Bapak jelaskan untuk memberantas teroris saat ini, apakah harus ada keterlibatan Pasukan TNI? Apakah keterlibatan ini harus menunggu hasil revisi Undang-Undang Teroris???

Pontoh : Untuk memberantas teroris, TNI MUTLAK HARUS IKUT MELAKSANANKANNYA. Keikutsertaan TNI dalam pemberantasan teroris TIDAK PERLU MENUNGGU REVISI UNDANG-UNDANG TERORIS. Hal itu disebabkan, keikutsertaan TNI dalam mengatasi terorism sudah diatur pada Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Itulah sebabnya TNI seharusnya TIDAK PERLU RAGU UNTUK SEGERA MELAKUKAN OPERASI UNTUK MEMBERANTAS TERORIS.

Sumber: http://jurnalpatrolinews.com/2018/05/15/soleman-b-pontoh-bila-bicara-terorisme-operasi-intelijen-adalah-jawaban-akhir/

Baca juga :