Djoko Edhi: Tak Ada Pengaruh Operasi BNN Terhadap Pasar Narkoba, Lagi-lagi Drama


Tak Ada Pengaruh Operasi BNN dan Restik (Reserse Narkotika) Terhadap Pasar Narkoba: Dramaturgi Again

Oleh Djoko Edhi Abdurrahman
(Ketua Dewan Penasihat SIAN BNN, Advokat LBH PBNU, Komisi III DPR 2004 - 2009)

Tahun 2013, lima tahun lalu, harga sabu-sabu (meth) Rp 2 juta per gram end user. Hari ini harga masih tetap Rp 2 juta per gram end user. Itu menunjukkan pasar normal. Supply terhadap demand stabil, aman.

Artinya tak ada pengaruh operasi BNN terhadap pasar. Ada apa dengan BNN?

Tadi malam saya bicara di TV One, bersama Direktur Narkoba, temanya “Tsunami Narkoba”, dipandu Tysa Novenni, penyiar tercantik di TV One.

Tadi itu (di tvOne) subtansinya:

Pertama, ada kebocoran dalam operasi Narkoba. Baik internal dan eksternal.

Harga bukan ditentukan oleh bandar Pak Boss, tapi oleh pasokan. Misal, jika baru terjadi penangkapan sukses, di pasar diskotik Jakarta harga naik. Barang langka. Costing keamanan mahal. Jika tak ada operasi,  harga turun. Barang banyak. Prinsipnya berlaku hukum supply – demand.

Analysis secara suppy – demand itu sudah empirik, tak saja barang pasar, termasuk narkoba, juga costing keamanan.

Penyelundupan meth oleh kapal Nanyang berbendera Korea, kemarin dulu, jumlah sementara 1,6 ton atau Rp 3,2 triliun end user. Jelas barang pesanan. Analoginya ekspor impor. Tertangkap 4 anak buah kapal (ABK), 2 disuruh bicara, kemarin berteriak-teriak di depan Menkeu Sri Mulyani dan Kapolri Prof Tito Karnavian. “Kami cuma ABK. Tangkap tuh bossnya,” kata dua tersangka Cina itu berbahasa Hokkian.

Memang tak ada gunanya menangkap ABK. Pemegang letter credit (LC) nya di Cina, penerbit LC nya di Indonesia. Penerbit LC ini yang tak pernah diungkap BNN dan Restik (Yang gencar dipublikasikan artis dengan BB setengah gram, dst. Mereka dimanfaatkan untuk promo jabatan oleh Restik. Berhenti menunggangi para artis: narkoba mengamuk bukan karena artis pakai narkoba, melainkan karena kerja BNN dan Restik tak beres).

Analysis saya, penangkapan ekspor impor itu adalah modus penerbit LC untuk memutihkan barang gelap itu via Berita Acara Pemusnahan. Sudah pasti ada penjaminnya. ABK adalah bagian dari costing, silahkan dihukum mati. Itu dugaan kebocoran yang pertama: barang bukti kembali ke pasar.

Kedua, kebocoran pada operasi Bea Cukai

Ada 139 pelabuhan yang pagi-pagi sekali Ditjen BC sudah menyatakan hands up untuk mengawasi keluar masuk barang seluruh pelabuhan. Mereka hanya mampu sepertiganya. Itu belum pelabuhan pribadi yang jumlahnya juga banyak. 1,2 ton meth di PIK masuk via pelabuhan pribadi.

Ketiga kebocoran di Pangarmabar

Daerah Kepri adalah wilayah hukum Pangarmabar, sudah sejak 12 tahun lalu saya monitor adalah lalu lintas segala barang gelap, sejak ikan, narko hingga kencing di laut. Sejak Menteri Susi, Tupoksinya berubah. Kian tak jelas.

Sekonyong-konyong sejak sabu-sabu 1 ton kapal Sunrice ditangkap oleh Pangarmabar, muncul satgas narkoba di televisi. Rebutan antara BNN, Direktur IV Narkoba Mabes Polri, Bea Cukai, Pangarmabar, dan Satgas. Sudah ada BNN masih pula ada Satgas Merah Putih. Apa yang diperebutkan? Jasa? Rebutan narkobanya! Modus. Cukup jelas, duitnya ada di narkobanya. Dramaturgi (alias sandiwara -red).

BNN itu sudah Satgas. BNN itu adalah DEA (Drugs Enformation Administration). Kok perlu lagi Satgas. Mengada-ada Prof Tito.

*Sumber: TeropongSenayan

NB: "Dramaturgi" adalah sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia.

[Video - Djoko Edi di tvOne]

Baca juga :