Eks Stafsus MenESDM: Rame-rame Ributin Pribumi, Makin Tahu Peta Sebenarnya Negeri Ini


[PORTAL-ISLAM.ID]  Pidato politik perdana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi perbicangan warganet sejak Senin, 16 Oktober 2017 malam. Pemicunya kata-kata pribumi yang dinilai bernada rasial. Hari pertama Anies menjabat dimanfaatkan oleh pihak yang sejak awal kontra Anies menjadi ajang penggorengan isu.

Jagad dunia maya sejak Senin, 16 Oktober 2017 malam hingga Selasa, 17 Oktober 2017 ini dijejali dengan berita soal isi pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang pribumi. Pidato yang berdurasi 22 menit itu akhirnya dirusak dengan tudingan pidato Anies berbau rasial.

"Dulu kita semua, pribumi, ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri," ucap cucu pahlawan nasional Rasyid Baswedan itu.

Sejumlah pihak yang dari awal memang bukan pendukung Anies, memanfaatkan kata "pribumi" itu untuk membully dan memprotes Anies Baswedan. Mulai dari partai politik, tokoh publik hingga artis. Pernyataan resmi atas nama partai, rilis atas nama lembaga hingga kiacauan di Twitter muncul menaggapi pidato Anies Baswedan.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai pernyataan Anies yang digoreng oleh publik karena belum bisa menerima kekalahan saat Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

"Menurut saya ini jadi bagian yang belum move on dari pilgub yang dulu. Mestinya sekarang kita berada dalam kondisi baru di mana gubernurnya ingin menjadikan rekonsiliasi dan kebersamaan," ujar Hidayat di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2017.

Bila mencermati pidato politik perdana Anies Baswedan itu, ia hanya menyebut kata "Pribumi" sekali. Konteks pribumi yang disampaikan Anies Baswedan dalam pidato yang banyak mengutip khazanah nilai luhur nusantara dari berbagai daerah di Indonesia itu, tentu saat era kolonialisme, penjajahan Belanda. Istilah tersebut tentu tidak ada soal.

Kata pribumi baru menjadi soal bilamana hal tersbeut terkait dengan perumusan kebijakan sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden No 28 Tahun 1998 tentang Menghentikan Pengunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi yang diteken Presiden BJ Habibie. Disebutkan dalam Inpres tersebut agar "menghentikan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintah".

Padahal, penggunaan kata pribumi di luar konteks sebagaimana disebutkan dalam Inpres tersebut lazim dan kerap dipakai oleh khalayak mulai pejabat hingga musisi. Seperti Presiden Jokowi saat kunjungan kerja di Banten awal Oktober lalu, dalam konteks lapangan pekerjaan juga mendorong untuk merekrut penduduk sekitar PLTU.

Tidak hanya kalangan pejabat, penyebutan kata Pribumi juga muncul dalam syair lagu Iwan Fals, "Wajah Pribumi".

Akhirnya, kata "Pribumi" menjadi seksi tergantung siapa penyampainya. Meski. catatan bagi Anies, pernyataan ke publik harus dikalkulasi dampaknya apakah berdampak politik yang negatif atau tidak. Kini, ia adalah pejabat publik yang bakal dipelototi dari gerak, kata dan tindak tanduknya.

Sumber: Inilah
-----------------

Eks Stafsus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu pun turut memberikan komentar melalui akun twitter miliknya @saididu.

"Padahal itu menceritakan sejarah. Tapi bagus saja sih biar makin tahu peta sebenarnya negeri ini," tulisnya, Selasa, 17 Oktober 2017.
Baca juga :