BRAVO TNI!! Kebenaran Akhirnya Menang, Wiranto: Senjata Impor Polri Akan Dititipkan ke TNI


[PORTAL-ISLAM.ID]  Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta Polri menyerahkan seluruh amunisi tajam yang diimpor kepolisian dari perusahaan asal Bulgaria ke markas besar tentara di Cilangkap, Jakarta Timur.

Itu adalah syarat dalam surat rekomendasi yang diterbitkan Gatot untuk sejumlah senjata Polri yang tertahan di terminal kargo Bandara Soekarno-Hatta, Banten.

"Terkait pengadaan SAGL (stand-alone granade launcher/pelontar granat) yang masih tertahan, akan segera dikeluarkan rekomendasi Panglima, dengan catatan amunisi tajam dititipkan ke Mabes TNI," kata Menko Polhukam Wiranto kepada wartawan.

Hal itu merupakan salah satu butir keputusan rapat koordinasi Polhukam yang dibacakan Wiranto di Jakarta, Jumat, 6 Oktober 2017.

Dalam acara itu Wiranto didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan.

Pembelian senjata oleh lembaga negara, kata Wiranto, selama ini didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-undangan yang berbeda. Ia berkata, pemerintah berencana membuat regulasi tunggal untuk menghindari polemik yang muncul dalam sebulan terakhir ini.

"Adanya banyak regulasi mengatur pengadaan senjata api sejak 1948. Paling tidak ada empat undang-undang, satu perppu, dan empat peraturan setingkat menteri. Ini mengakibatkan perbedaan pendapat di berbagai institusi," ujarnya.


Setelah rapat, Gatot, Tito, Ryamizard, dan Budi Gunawan tidak berbicara kepada pers. Mereka meninggalkan kantor Kemenko Polhukam secara cepat dengan pengawalan ketat.

Polemik senjata bermula ketika Gatot menyebut terdapat lembaga negara yang mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk membeli sekitar 5000 senjata api secara ilegal.

Usai pernyataan itu, Wiranto dan Ryamizard menyebut lembaga terakhir yang mengajukan izin pembelian senjata adalah BIN.

Pekan lalu, senjata yang diimpor Polri tertahan di Soekarno-Hatta karena tidak dilengkapi surat rekomendasi dari Badan Intelijen Strategis TNI. Komandan Brimob Irjen Murad Ismail menyebut senjata itu dibeli untuk melengkapi pasukannya yang bertugas di beberapa daerah seperti Poso dan Papua.

Belakangan, Ryamizard menuding Polri membeli senjata-senjata itu tanpa izin kementeriannya. Padahal merujuk UU 16/2012 dan Peraturan Menhan 17/2014, kepolisian dan 12 lembaga sipil negara wajib mengajukan izin pengadaan senjata ke Kementerian Pertahanan.

Di sisi lain, seperti Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto, kepolisian juga memiliki mekanisme internal terkait pembelian senjata. Aturan itu, kata dia, memberi kewenangan kepada Badan Intelijen dan Keamanan Polri untuk menerbitkan izin pembelian senjata di internal kepolisian.

Pada periode 2009-2014, DPR memasukkan RUU Senjata Api dan Bahan Peledak ke dalam program legislasi nasional. Aturan itu diklaim dapat menjadi payung hukum pengadaan dan pengaturan senjata di Indonesia.

Pengamat dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengatakan, meskipun Badan Pembinaan Hukum Nasional telah meminta sejumlah ahli untuk membuat naskah akademik rancangan beleid itu, kini pembahasan RUU itu jalan di tempat.

Sumber: BBC

Baca juga :