Letjen (Purn) Suryo Prabowo: Pengajian Dibubarkan, Diskusi Dilindungi, Ini Yang Bikin Indonesia Gaduh


KEADILAN SOSIAL
Bagi seluruh Rakyat Indonesia

Sejak adanya tekad untuk mendirikan negara Indonesia, ada 3 kelompok besar masyarakat dengan faham berbeda, yang saling berupaya memperjuangkan kemerdekaan NKRI, dan setelah Indonesia merdeka, mereka masih tetap saling berebut pengaruh untuk 'mewarnai' Indonesia.

Dimasa Pemerintahan Bung Karno, ketiga kelompok besar tadi pernah melakukan pemberontakan bersenyata, dan berhasil ditumpas. Oleh karenanya itu, Bung Karno berupaya mempersatukannya dalam wadah Nasakom (NASionalis, Agama dan KOMunis) dalam upayanya mewujudkan Persatuan Bangsa Indonesia. Namun Nasakom belum sempat solid, PKI malah melakukan pemberontakan bersenjata lagi.

Ketika pemberontakan komunis ditahun 1965 itu dapat ditumpas, dan kemudian Pak Harto menjadi presiden. Sisa-sisa komunis yang berkeinginan untuk eksis kembali, diberi label sebagai kelompok radikal kiri (RaKi), dan kelompok sisa-sisa DI/TII yang dinilai berupaya tetap eksis ingin membentuk NII, disebut sebagai Radikal Kanan (RaKa). Sedangkan yang tidak termasuk kedua kelompok itu menyebut dirinya kelompok nasionalis. Termasuk pemerintah.

Dari kedua kelompok radikal itu, Raki atau Komunis adalah musuh bebuyutannya Pancasila. Tetapi anehnya pendukung Komunis bisa menyebut "Saya Pancasila". Sebaliknya pendukung Pancasila tetap TIDAK BISA menyebut dirinya "Saya Komunis". Begitu pula dengan RaKa.

Fenomena yang terjadi sekarang ini Nasionalis terkesan lebih dekat dengan RaKi daripada dengan RaKa. Indikasinya bisa dilihat dari:
- "Pengajian" dibubarkan
- "Diskusi" TIDAK dibubarkan

Situasi seperti itulah yang menjadikan iklim politik Indonesia sekarang ini gaduh melulu.

Dan ..... akan tetap gaduh sepanjang penegakan hukum (dirasa) belum adil.

19 September 2017

Letjen (Purn) Suryo Prabowo

Baca juga :