Film Pendek: Polisi, Kau Memang Bukan Kami


Film Pendek: Polisi, Kau Memang Bukan Kami

Saat ini sedang digarap pembuatan film pendek yang berjudul “Polisi, Kau Memang Bukan Kami”. Sedang dicarikan sutradaranya, aktor-aktrisnya, dan para pemeran pembantunya. Tim yang sedang menyiapkan naskah film ini akan berkonsultasi dengan Polri untuk meminta pendapat mereka tentang konten film pendek itu.

Pendapat polisi perlu didengarkan karena film ini berisi penggambaran bahwa polisi sudah sebegitu jeleknya menilai umat Islam. Penilaian jelek itu tampak dari alur cerita film pendek yang berjudul “Kau Adalah Aku Yang Lain”. Film KAAYL yang “dimenang-menangkan” dalam Police Movie Festival itu, kata kesepakatan mayoritas penonton, jelas-jelas berisi satu pesan saja: bahwa umat Islam adalah manusia yang paling buruk mentalitasnya di Indonesia.

Sebelum lanjut, saya mohon maaf kepada semua invidu polisi yang sebetulnya tidak nyaman dengan film pendek buatan Anto Galon itu. Saya yakin, banyak polisi yang juga gerah melihat film ini. Kenapa saya mohon maaf, tak lain karena tulisan ini terpaksa menggeneralisasikan Anda semua di kepolisian sebab KAAYL secara resmi didukung, direstui, dan dipromosikan oleh Polri secara institusional. Jadi, mau tak mau, Anda di Polri yang tidak cocok dengan film ini, dianggap ikut setuju.

Kembali ke topik. Film pendek “Polisi, Kau Memang Bukan Kami” (PKMBK) berdurasi 20 menit 19 detik. Bercerita tentang Polisi yang akhir-akhir ini memiliki prasangka buruk terhadap umat Islam. Menurut naskah film pendek itu, di tubuh Polri ada segmen yang sedang berkampanye untuk melekatkan stigma bahwa Islam dan umat Islam adalah agama dan pengikut agama yang intoleran, kejam, sangar, brutal, kumuh (seperti si embah di film KAAYL).

Salah satu adegan yang menarik di PKMBK adalah ketika Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan briefing kepada semua komjen, irjen dan brigjen di lingkungan Polri. Kata Tito, Polisi akan memasang “chip” di bagian kepala semua personel kepolisian.

Briefing ini berjalan panas. Beberapa komjen dan irjen memprotes keras. Mereka ingin tahu apa program yang ada di “chip” itu.

“Kalian tidak boleh tahu,” kata Tito.

“Kalau begitu, saya mundur,” jawab seorang komjen. Ada 11 perwira tinggi yang mengikuti jejak komjen yang menyatakan pengunduran diri itu.

Tito tidak menduga sebegitu banyak perwira tinggi yang siap mundur kalau tidak dijelaskan program “chip” itu.

Tetapi, ada dua irjen yang bangkit dari kursi. “Biarkan saja mereka mundur, Pak,” kata Irjen Mochamad Iriawan. Langsung disambut oleh Irjen Anton Charliyan, “Betul, Pak. Biarkan mereka keluar.”

Tito terdiam. Agak lama. Kemudian dia mengatakan, “Saudara-saudara yang mau mundur karena pemasangan chip itu, silakan saja.”

“Saya tidak akan mengungkap program chip yang akan dipasang di kepala semua personel kepolisian,” kata Kapolri.

Lompat ke adegan berikutnya, ke-12 perwira yang mundur langsung melepaskan seragam coklat berikut semua tanda pangkat. Mereka meninggalkan ruangan briefing. Tinggallah Tito dan kedua irjen yang mendukung pemasangan chip.

Mereka berdiskusi tentang program chip. Dalam adegan briefing ini, salah seorang irjen yang masih bersama Tito bertanya, “Apa sebenarnya program chip itu, Pak?”

“Baik,” kata Tito. “Program chip itu akan membuat semua personel kepolisian berpenglihatan sama ketika bertemu orang yang memakai jubah dan sorban. Juga ketika melihat masjid.”

“Maksud Bapak?” tanya Irjen M Iriawan.

“Dengan chip itu, begitu anggota kita melihat orang dengan penampilan Islam, atau jumpa masjid, langsung reaksi mereka adalah ‘ini musuh’,” kata Tito.

Di menit ke-17 film PKMBK, berlangsung adegan di tempat lain. Salah seorang irjen yang mundur rupanya sudah menyiapkan rekaman rahasia di ruang briefing. Percakapan Tito dengan dua irjen terekam lengkap.

Entah bagaimana, seorang pemuda menemukan rekaman dalam bentuk USB itu. Setelah dia putar di laptopnya, pemuda itu mengantarkan USB secara diam-diam ke kantor MUI Pusat. Kepada resepsionis, pemuda itu mengatakan, “Pak, tolong sampaikan ini kepada salah seorang pimpinan di sini.”

“Ini sangat penting,” kata pemuda itu.

Salah seorang ketua MUI membuka USB di laptopnya. Selesai melihat rekaman percakapan Tito dan kedua irjen, ketua MUI kemudian menghubungi semua pimpinan. Mereka puh masuk ke ruang sidang utama. Rekaman diputar. Sekitar 12 menit.

Di dalam rekaman ini, Tito mengatakan kepada kedua irjen bahwa program chip yang akan dipasang di bagian kepala semua personel kepolisian itu diberi nama “Kau Bukan Kami”.

Para pimpinan MUI merasa belum jelas apa maksud “Kau Bukan Kami”. Yang pertama sekali memutar USB berkata, “Pak, itu maksudnya adalah bahwa chip yang akan dipasang di bagian kepala semua personel kepolisian, akan membuat mereka melihat Islam dan umat Islam sebagai pihak yang tidak bersahabat.

Selesai memutar rekaman, seorang pimpinan MUI mengusulkan, setengah bercanda, agar dibuat pula chip khusus dengan nama “Polisi, Kau Memang Bukan Kami” untuk dipasang di bagian kepala semua umat Islam.

Walau usul itu hanya bercanda, pimpinan rapat langsung menegasikannya. “Tidak perlu, tidak perlu,” katanya. “Kita tidak perlu seperti mereka.”

Adegan terakhir PKMBK cukup kondusif dan happy ending. Rekaman USB disampaikan kepada Presiden. Tito kemudian meletakkan jabatan, berikut kedua irjen yang ada di rekaman itu.

Chip yang semula mau dipasang secara rahasia di kepala semua personel kepolisian, tak pernah menjadi kenyataan. Dan, ke-12 komjen dan irjen yang mundur, kembali diaktifkan. The End.

Menjelang tulisan saya ini mau dipublikasikan, produser film PKMBK membatalkan niat untuk merealisasikan film itu. Hanya naskahnya saja yang sempat terbaca oleh saya.

by Asyari Usman
(Wartawan senior, eks jurnalis BBC)

__
sumber: fb penulis


Baca juga :