Pelajaran Krisis Diplomatik Teluk


Ahmad Dzakirin
(Pengamat Timteng)

Pelajaran krisis diplomatik Teluk:

1. Baru kali ini dalam sejarah, AS dipimpin oleh presiden amatir, jika tidak dapat disebut dungu. Selain dikenal sebagai provokator konflik di Timur Tengah dengan twit-twit yang kontroversial, dia boleh jadi presiden dan sekaligus Chief of Commanders yang tidak didengar bawahannya. Dua kali pendapat Trump yang menuduh Qatar sebagai pendana kegiatan terorisme, dua kali pula 'dibantah' Pentagon yang justru memuji peran positif Qatar. Ujungnya, dia tunduk dengan arahan Pentagon dan menawarkan dirinya sebagai mediator konflik.

2. Arab Saudi dkk membuat kalkulasi politik super ceroboh. Pepatahnya, 'mereka tidak sanggup mengunyah apa yang telah ditelannya'. Mereka 'mengaduk-aduk tata kawasan' yang ada sehingga merubah peta keseimbangan kawasan. Jika dulunya, 'common enemy' Timur Tengah yang Sunni adalah ambisi kekuasaan Iran Syiah meskipun dengan perbedaan varian dan derajatnya, dari kiri hingga kanan, kini peta itu berubah. Kini, Iran memiliki potensi 'sekutu' Turki dan Qatar.

3. Ratifikasi UU keamanan Turki yang dipercepat -yang mengijinkan penempatan tentara Turki di Qatar- memberikan kejutan lain yang tidak diprediksikan, sekaligus perubahan keseimbangan kawasan. Sinyal dukungan tersebut tidak pelak mematikan desas desus yang muncul tentang kemungkinan aksi militer koalisi Saudi atas Qatar dan juga mendorong Trump tergopoh-gopoh menelpon Amir Qatar untuk menawarkan diri sebagai mediator peredaan ketegangan.

4. Para pangeran Arab yang korup gagal membuat dalih yang masuk akal sehingga mudah terbongkar. Pepatahnya, mereka hendak membunuh tikus dengan membakar lumbungnya. At least, request mereka sebenarnya hanya menutup Aljazeera dan sejumlah media kritis sejenis serta mengusir beberapa orang penting di dalamnya, namun dengan mengambil tumbal Hamas dan Ikhwanul Muslimin. Karena di dalam wish-list mereka, seperti diungkap Amir Kuwait, ternyata Hamas dan Ikhwan hanya menempati urutan ke 7. Jadi, intinya tidak ada sangkut pautnya dengan pendanaan terorisme.

Pertanyaannya, mengapa Hamas dan Ikhwan? Keduanya cocok sebagai "brand" karena dua nama ini 'eye-catching' untuk menarik dukungan AS, Israel dan Barat. Mereka hendak mengulang sukses rejim Sisi yang memporakporandakan Ikhwan dengan 'dukungan diam' AS dan Barat. Hanya saja kali ini, Barat tampak mencium aroma tidak sedap ambisi 'sakit' Trump sehingga menyebut apa yang terjadi sekarang lebih merupakan "Trumpifikasi" Timur Tengah.

Untuk alasan 'heroik' ini, menghancurkan sumber dukungan terorisme, mereka meninggalkan 'akal rakyat'nya sendiri yang menganggap isu Palestina dan perlawanan terhadap Zionis merupakan 'isu sentral' (qadhaya asasiyah) mereka. Untuk meredam protes dan ketidakpuasan rakyat, Saudi mengancam akan memenjarakan siapapun juga yang bersimpati dengan Qatar. Dalam pandangan usang mereka, rakyat dapat ditundukkan dengan pendekatan 'stick and carrot', seperti yang telah dilakukan selama ini.

5. Jujur saja, blunder tersebut lebih merupakan rangkaian perjalanan dari pelbagai blunder sebelumnya yang dibuat para raja absolut ini sejak revolusi Iran. Mulai dari Perang Irak-Iran, perang Teluk 1 dan 2, populernya Hizbullah, ketidakpedulian mereka atas nasib bangsa Palestina dan lebih memilih memberangus Ikhwan dan Hamas at any cost ketimbang bersimpati dengan arus Arab Spring seperti halnya monarki Qatar. Sama-sama merawat dinasti, cara Qatar lebih jenial ketimbang jalan para monarki absolut lainnya. Untuk itu, mereka hendak menghabisi Qatar karena tidak sejalan "manhaj diplomasi klasik" yang diyakininya.

Karena pelbagai kebijakan luar negeri yang amatir inilah suka atau tidak telah melahirkan Iran dan Syiah dari negara dengan konstruksi ideologi yang problematis menjadi pemain penting regional yang ambisius. Kini, poros Teheran, Baghdad, Damaskus dan Beirut telah berbentuk. Beberapa kesalahan lagi akan semakin menyempurnakan kegagalan.

Boleh jadi, kini saatnya mencari pendekatan baru yang pada satu sisi tidak merefleksikan template AS dan Barat yang zalim, namun di sisi lain, juga maaf berhenti mengadopsi pendekatan sebagian saudara-saudara kita yang dungu.

Maaf jika ada yang tersinggung, selamat berkomtemplasi.


Baca juga :