KEMANA 357 Profesor Saat Kasus SUMBER WARAS-REKLAMASI dan TDL NAIK???


Kata pak Mahfud MD:

"Ada 357 Profesor serta universtas-universitas besarnya yang menolak hak angket."

Pak Mahfud MD berkata demikian untuk mengcounter prof Romli Atmasasmita yang mendukung hak angket KPK.

Prof Romli hanya membalas ucapan pak Mahfud MD:

"saya heran, profesor bidang pertanian, bidang ekonomi dan bidang2 lainnya malah peduli pada bidang hukum (KPK) yang justru bukan bidang mereka kuasai."


Profesor Romli Atmasasmita sendiri merupakan Pakar hukum pidana sekaligus dulunya merupakan perumus UU KPK. Dan kini beliau mendukung Hak Angket Pansus KPK.

Jawaban prof Romli seperti sebuah sindiran pada Mahfud MD karena merasa bangga akan dukungan profesor universitas tersebut. Dari dukungan tersebut hanya beberapa yang memang berasal dari bidang ilmu yang sesuai dengan permasalahan KPK, yaitu bidang HUKUM. Selebihnya, adalah profesor yang ikut-ikutan tanpa tahu permasalahan mengapa HAK ANGKET dilakukan dan mengapa KPK menjadi pembahasan.

Kalau sekedar ikutan, jadi ingat kata Buya Hamka.

"Bila hidup sekedar hidup..monyet juga hidup. Jika kerja sekedar kerja..babi dihutan juga bekerja"

Kalau profesor sekedar ikutan Tolak Hak Angket tanpa tahu permasalahan dengan bidang ilmunya, maka apa bedanya profesor dengan akun-akun TUYUL SOSMED?

- Kemana 357 prof itu sewaktu kasus BLBI, SUMBER WARAS, REKLAMASI mandek di KPK?
- Kemana 357 prof teman Mahfud MD tersebut saat TDL naik?
- Kemana 357 prof teman Mahfud MD tersebut saat daging sapi tidak pernah sampai 80ribu/kg seperti yang dijanjikan pemerintah?

Profesor berjibun di negeri ini...
Tapi tak maju juga negeri ini. Ternyata kualitasnya hanya buzzer!

Mau Ulama Istana, Seniman Istana, Aktivis Istana bahkan Profesor Istana sama saja nalarnya rontok ga ada bedanya sama buzzer!

Karena terlibat debat sengit di media sosial, media KOMPAS terpaksa bela Mahfud MD dengan memberikan dukungan pemberitaan para profesor yang satu otak dengan pak Mahfud. Prihatin ada profesor menaruh kepercayaan sepenuhnya pada media, apalagi notabene media corong penguasa.

Sama-sama Prof..sama-sama guru besar, tapi beda misi...yang susah kalo prof ada di lingkaran kekuasaan sedikit banyak akan mmbawa misi penguasa dan lidah yang sudah terbeli.

Dulu KPK berani penjarakan BESAN PRESIDEN sekarang sama TEMAN PRESIDEN takut apalagi sama ADIK IPAR PRESIDEN. Perlu berapa ratus profesor lagi agar berani?

Tua dan bergelar profesor ternyata tidak membuat orang hebat dalam berpikir, ada kalanya profesor juga mati rasa dan akal. Seperti kasus hak angket saat ini, menandakan profesor adalah manusia biasa. Perlu makan dan uang untuk biayai hidup mereka.

Tempo hari, presiden meminta rektor dipilih oleh presiden. Rektor kebanyakan gelar profesor, dan apa mau presiden tersebut seperti sebuah panggilan agar profesor harus mampu memikat sang presiden. Uang bisa membuat pengaruh siapa saja, gak perduli gelar profesor sekalipun. Kalau sudah nyaman, maka melawan kebenaran dan mematikan empati harus dilakukan. Jangan sampai nyaman saat ini akan membuat mereka miskin dan terbuang.

Kasihanilah orang tua jika mereka salah...

(dari fb Setiawan Budi)


Baca juga :