Aksi Lilin, Provokasi Agama Hingga Tuntutan Merdeka


[PORTAL-ISLAM]  Sudah hampir seminggu sejak majelis hakim menjatuhi hukuman dua tahun penjara terhadap penista agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), selama itu pula para pengikutnya turun ke jalan-jalan, membuat kerusuhan dan melakukan provokasi. Herannya, polisi seolah melakukan pembiaran, sehingga mereka semakin berani.

Terasa ada yang janggal dengan sikap lembek aparat kepolisian ini. Mereka tidak seperti biasanya. Mereka tak lagi garang, tidak serupa saat menghadapi jutaan umat Islam yang menuntut keadilan. Nyali mereka seperti ciut di hadapan ratusan orang berseragam kotak-kotak.

Mungkin karena sudah merasa polisi berpihak kepada mereka, Ahoker ini kian hari semakin beringas. Lagipula, apa yang mesti mereka takutkan? Demonstrasi tanpa izin, hingga memblokade jalan, boleh saja. Lewat batas waktu unjuk rasa, bahkan sampai tengah malam, sudah biasa. Menyandera pegawai pengadilan, aparatur negara, tidak apa-apa. Tampaknya hukum memang tumpul kepada mereka.

Kini, aksi Ahoker terus meluas ke beberapa daerah di nusantara. Jumlah mereka memang terbilang sedikit, namun “keberanian” mereka melabrak aturan dalam menyampaikan pendapat di muka umum, tak kalah dari massa di Ibu Kota. Berunjukrasa tanpa izin sampai tengah malam, sehingga mengganggu masyarakat setempat.

Aksi ini sudah semakin meresahkan. Lantaran di daerah para peserta aksi cenderung mengedepankan simbol-simbol kelompok mereka, seperti menyalakan lilin, mirip kegiatan salah satu keagamaan. Kemudian, pesertanya juga didominasi kalangan dari etnis tertentu pula.

Bahkan yang parah, kejadian di Palembang, saat azan Isya bergema, para peserta aksi ini ramai-ramai berteriak, berusaha mengalahkan suara panggilan ibadah umat Islam itu. Kelakuan yang sangat tidak toleran itu terekam kamera dan menjadi viral di media sosial. Tentu saja, banyak yang geram dengan provokasi tersebut, karena bisa berujung kepada penistaan agama.

Ini sudah tidak bisa dibiarkan. Konflik bisa saja terjadi jika pemerintah dan polisi terus saja berdiam diri. Mungkin penguasa bisa tunduk kepada “orang-orang besar” di belakang pendukung Ahok itu, tetapi tidak begitu halnya dengan jutaan rakyat Indonesia. Jika terus diprovokasi, bukan perkara mustahil mereka dengan mudahnya bisa terpancing.

Untung saja, hingga saat ini kaum mayoritas yang kerap mereka tuding radikal dan tidak toleran itu, tidak ikut-ikutan bersikap anarkistis. Seperti halnya peristiwa di Bandung, ketika pendukung Ahok dibubarkan dengan baik-baik oleh polisi dan warga. Padahal aksi mereka sudah dirasa mengganggu, demo melewati batas waktu, mengusik kegiatan rutin nonton bareng warga Bandung menyaksikan laga Persib, klub kebanggaan mereka.

Tetapi tidak begitu halnya dengan pendukung Ahok. Mereka terus saja menebar provokasi. Bukti lainnya, ulah Nurul Indra, seorang Ahoker asal Yogyakarta yang berdomisili di Batam, sengaja datang ke Padang untuk menggelar aksi lilin seorang diri. Ia ingin mengesankan, warga Minangkabau juga mendukung junjungannya. Parahnya, foto aksi itu ia unggah di media sosial dengan diikuti sebuah tulisan yang provokatif, sehingga mencederai perasaan warga setempat.

Tuntutan Merdeka

Tidak hanya itu, sikap beringas khas pendukung Ahok itu juga ditunjukkan sekelompok orang di Sulawesi Utara. Mereka meneriakkan tuntutan referendum agar Minahasa bisa merdeka dari Indonesia, jika Ahok tidak segera dibebaskan. Tuntutan itu berhembus kencang di media sosial. Ada pesan berantai yang disiarkan pertama kali oleh akun Ancient of Minahasa yang mengunggah seruan referendum Minahasa Merdeka.

Dalam postingannya, mereka menampilkan sejumlah gambar bendera yang diyakini sebagai bendera Minahasa Raya yang hendak dideklarasikan. Aksi mereka itu dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kasus Ahok. Seperti dimuat Harian Radar Manado edisi Kamis (11/5/2017) yang mengangkat judul, “Tahan Ahok atau Minahasa Merdeka”. Berita itu menyajikan laporan terkait aksi lilin warga Manado. Mereka meminta Ahok dibebaskan, kalau tidak mereka memisahkan diri dari NKRI.

Bukankah ini sudah bisa dikatakan sebagai rencana perbuatan makar? Polisi ke mana? Kenapa hanya berani kepala ulama? Pemerintah begitu pula. Mereka seolah tidak peduli dengan bangsa yang besar ini. Mereka sibuk dengan urusan yang tidak jelas. Presiden Jokowi juga entah ke mana. Ia setiap hari pergi plesiran. Padahal negeri ini sudah berada di ambang kehancuran.

Kini, jutaan rakyat membutuhkanmu Jokowi. Jangan terus-menerus lari dari persoalan negara. Bangsa ini sudah berada di ambang pertikaian suku dan etnis. Jangan biarkan Bumi Pertiwi kembali menangis. Ingat, bangsa ini pernah punya sejarah kelam, yang kita semua sepakat tidak ingin kejadian itu kembali terulang.

Oleh: Patrick Wilson
Baca juga :