“Bagi Sembako” adalah Ucapan “Tiko” untuk Warga Jakarta


Oleh: Asyari Usman
(Eks Jurnalis Senior BBC)

Selain merendahkan derajat demokrasi, bagi-bagi sembako yang dilakukan oleh tim pemenangan Ahok merupakan bentuk penghinaan terhadap warga pemilih. Bagi sembako itu adalah ucapan “tiko” terhadap warga Jakarta. Sama saja dengan Steven H Sulistyo yang menghina Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi.

Warga Jakarta dianggap sangat rendah, tak bermartabat. Warga bisa dikumpulkan dan datang mengendap-ngendap mengambil sembako. Sangat memalukan. Sekaligus juga menghina masjid yang dijadikan tempat bagi-bagi sembako. Tidak seharusnya pengurus masjid mengizinkan kegiatan yang menistakan warga Jakarta itu.

Tidak itu saja, tim suruhan cagub PDIP itu juga berhasil membawa kepolisian ikut mengamankan acara yang tidak terhormat tsb. Bagi-bagi sembako untuk beli suara seharusnya tidak terjadi di Ibukota negara. Tidakkah perbuatan ini dipandang tercela oleh para pimpinan parpol yang mendukung Ahok?

Apakah Bu Mega tidak tahu hal ini? Apakah Pak Surya Paloh rela melihat rakyat Indonesia dibayar dengan sembako untuk memenangkan cagub Anda? Seingat saya, Partai NasDem masih memakai semboyan “Restorasi Indonesia” dengan tujuan mulia, termasuk mengembalikan martabat dan harga diri bangsa.

NasDem bersemboyan “mencerdaskan bangsa”. Bukankah bagi-bagi sembako murah oleh tim cagub Anda adalah bentuk pembodohan bangsa? Mengapa Anda diam saja melihat pelecehan terhadap rakyat Jakarta, Pak Surya Paloh?

Melihat foto-foto warga yang memakai baju kotak-kota sambil meninting sembako pulang ke rumah mereka, sungguh sangat menyedihkan selain juga sangat menjijikkan. Di tahun 2017, di Ibukota yang dibanggakan sebagai barometer demokrasi, di situlah kita saksikan perbuatan tercela yang merusak moral bangsa.

Bagi-bagi sembako sama dengan pelecehan terhadap rakyat dan pemerkosaan terhadap demokrasi. Badan-badan penyelenggara pemilu harus mengambil tindakan tegas agar penghinaan terhadap demokrasi tidak terulang lagi.(*)

(Artikel ini adalah opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC).


Baca juga :